HALOYOUTH - Hari Raya Galungan adalah salah satu perayaan besar dalam agama Hindu, khususnya bagi umat Hindu di Bali.
Hari Raya ini memiliki makna spiritual yang sangat mendalam, di mana umat Hindu merayakan kemenangan dharma (kebenaran) atas adharma (kejahatan).
Momen Galungan dipandang sebagai saat yang sangat penting dalam kalender agama Hindu karena melambangkan keberanian dan komitmen untuk mempertahankan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, bagi mereka yang mungkin belum terlalu familiar dengan perayaan ini, pertanyaan “Kapan Hari Raya Galungan?” sering kali muncul, terutama karena perhitungan tanggal Galungan berbeda dari kalender Masehi yang biasa kita gunakan sehari-hari.
Untuk memahami kapan Hari Raya Galungan diperingati, kita harus terlebih dahulu mengenal sistem penanggalan yang digunakan oleh umat Hindu di Bali.
Galungan tidak menggunakan kalender Masehi, melainkan didasarkan pada kalender Bali atau dikenal juga sebagai Kalender Saka. Kalender ini menggunakan siklus wuku, yang terdiri dari 30 wuku atau pekan.
Setiap wuku terdiri dari tujuh hari, seperti halnya pekan dalam kalender Masehi. Siklus wuku ini berlangsung selama 210 hari, sehingga Hari Raya Galungan diperingati setiap 210 hari sekali, atau sekitar enam bulan sekali dalam kalender Bali.
Pada tahun 2024, Hari Raya Galungan diperingati dua kali, yaitu pada Rabu, 28 Februari 2024, dan Rabu, 25 September 2024. Ini adalah hari-hari khusus dalam kehidupan umat Hindu Bali, di mana mereka melakukan berbagai ritual keagamaan untuk menyambut roh leluhur dan bersembahyang kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) untuk mendapatkan berkah.
Karena pentingnya momen ini, pemerintah provinsi Bali juga menetapkan tanggal 25 September sebagai hari libur di Bali, agar umat Hindu dapat menjalankan prosesi keagamaan dengan khusyuk tanpa gangguan aktivitas pekerjaan.
Seperti yang telah disebutkan, perhitungan Hari Raya Galungan didasarkan pada kalender wuku, dan Galungan selalu jatuh pada hari Rabu Kliwon di pekan Dunggulan, yang merupakan pekan ke-11 dalam siklus wuku.
Namun, penentuan tanggal ini tentunya tidak selalu sama dengan tanggal di kalender Masehi, sehingga Galungan setiap tahunnya akan jatuh pada waktu yang berbeda-beda dalam kalender umum. Pada tahun 2024, Hari Raya Galungan pertama jatuh pada 28 Februari dan yang kedua pada 25 September.
Jadi, dalam satu tahun Masehi, umat Hindu Bali dapat merayakan dua kali Hari Raya Galungan, tergantung pada siklus kalender wuku.
Selain waktu perayaan, penting juga untuk memahami persiapan dan rangkaian ritual yang dilakukan dalam menyambut Hari Raya Galungan. Ritual Galungan tidak hanya dilakukan pada hari itu saja, melainkan dimulai beberapa hari sebelumnya.
Baca Juga: Gemira Banten Dukung Gus Irfan Jadi Menteri Agama RI
Pada hari Penampahan Galungan, yang jatuh sehari sebelum Galungan, umat Hindu Bali mempersiapkan berbagai hal untuk menyambut hari besar tersebut. Tradisi Penampahan melibatkan penyembelihan hewan, seperti babi atau ayam, yang kemudian diolah menjadi berbagai hidangan khas Bali seperti lawar dan sate. Penampahan Galungan juga memiliki makna spiritual, di mana umat Hindu membersihkan hati dan pikiran dari segala sifat buruk dan mempersiapkan diri untuk menyambut kemenangan dharma.
Puncak perayaan Galungan adalah ketika umat Hindu melakukan sembahyang di pura-pura dan rumah masing-masing. Mereka mengunjungi pura untuk memanjatkan doa, mempersembahkan sesajen, dan memohon berkah kepada Tuhan. Umat Hindu percaya bahwa pada hari ini, roh leluhur mereka turun ke bumi untuk memberikan perlindungan dan berkah bagi keluarga yang masih hidup. Oleh karena itu, perayaan Galungan juga melibatkan penghormatan kepada leluhur, di mana umat Hindu membuat persembahan berupa canang sari, Banten, dan sesajen yang ditempatkan di pura, rumah, dan bahkan di jalanan.
Tidak hanya itu, dalam rangkaian Hari Raya Galungan, terdapat tradisi unik yaitu pemasangan penjor, sebuah tiang bambu yang dihiasi dengan janur, bunga, buah-buahan, dan berbagai simbol keagamaan lainnya. Penjor dipasang di depan rumah sebagai simbol gunung yang melambangkan tempat tinggal para dewa. Penjor juga melambangkan kemakmuran dan keberkahan yang telah diberikan oleh Tuhan. Setiap rumah di Bali akan memasang penjor, sehingga suasana di sepanjang jalan-jalan Bali menjadi sangat meriah dan penuh warna saat Galungan tiba.
Selain perayaan di rumah dan pura, Hari Raya Galungan juga menjadi momen untuk mempererat hubungan keluarga dan masyarakat. Umat Hindu Bali biasanya mengunjungi sanak saudara dan tetangga, serta berbagi hidangan khas Galungan. Ini menjadi saat yang baik untuk saling mempererat tali silaturahmi, serta berbagi kegembiraan dalam suasana keagamaan yang sakral. Dalam beberapa tahun terakhir, perayaan Galungan juga menjadi daya tarik wisata bagi turis yang ingin merasakan langsung keunikan budaya dan tradisi Bali.
Setelah Hari Raya Galungan, umat Hindu Bali masih melanjutkan rangkaian perayaan menuju **Hari Raya Kuningan**, yang jatuh sepuluh hari setelah Galungan. Pada tahun 2024, Kuningan akan diperingati pada **Sabtu, 9 Maret** dan **Sabtu, 5 Oktober**. Kuningan adalah puncak dari rangkaian perayaan Galungan, di mana umat Hindu kembali bersembahyang untuk mengantar roh leluhur kembali ke alamnya. Sama seperti Galungan, perayaan Kuningan juga dipenuhi dengan berbagai ritual, persembahan, dan sembahyang sebagai wujud syukur atas berkah dan perlindungan yang telah diberikan oleh para leluhur.
Dalam kesimpulannya, Hari Raya Galungan adalah momen spiritual yang sangat penting bagi umat Hindu di Bali. Perayaan ini tidak hanya sekadar tanggal di kalender, tetapi memiliki makna mendalam dalam kehidupan keagamaan umat Hindu. Pada tahun 2024, Hari Raya Galungan diperingati dua kali, yaitu pada 28 Februari dan 25 September, dengan Hari Raya Kuningan jatuh sepuluh hari setelah masing-masing Galungan. Dengan segala persiapan dan rangkaian ritual yang dilakukan, Galungan menjadi momen sakral untuk merenungkan makna kebenaran, keberanian, dan komitmen dalam mempertahankan dharma dalam kehidupan sehari-hari.***