HALOYOUTH - Hari Raya Galungan adalah salah satu hari besar yang sangat penting dalam agama Hindu, terutama bagi umat Hindu di Bali.
Peringatan Galungan memiliki makna yang sangat mendalam dan filosofis, di mana hari tersebut diperingati sebagai momentum kemenangan kebaikan (dharma) atas kejahatan (adharma).
Dalam kalender Bali, Galungan jatuh setiap 210 hari sekali, berdasarkan siklus kalender Pawukon. Pada tahun 2024, Hari Raya Galungan akan dirayakan dua kali, yaitu pada hari Rabu, 28 Februari 2024 dan Rabu, 25 September 2024.
Momentum ini dirayakan dengan berbagai prosesi keagamaan dan ritual suci, menjadikannya salah satu hari raya yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Hindu, khususnya di Bali.
Galungan memperingati pertempuran abadi antara dharma dan adharma, kebenaran dan kebatilan. Secara spiritual, Hari Raya Galungan dipercaya sebagai hari di mana para dewa dan leluhur turun ke bumi untuk memberikan berkah kepada umat manusia.
Umat Hindu percaya bahwa pada hari ini, kekuatan kebaikan akan selalu menang atas segala bentuk godaan duniawi yang negatif. Oleh karena itu, Galungan adalah waktu yang tepat bagi umat Hindu untuk merenung dan memperkuat tekad mereka dalam menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran-ajaran kebaikan dan kebenaran.
Sejarah dan makna filosofis di balik perayaan Galungan sangat erat kaitannya dengan ajaran agama Hindu itu sendiri. Umat Hindu di Bali percaya bahwa Galungan juga merupakan hari untuk memperingati kemenangan Dewa Indra atas raja jahat bernama Mayadenawa.
Dalam cerita tersebut, Mayadenawa adalah seorang raja yang tirani dan melarang rakyatnya untuk melakukan sembahyang kepada para dewa. Melalui perjuangan yang panjang, Dewa Indra akhirnya mampu mengalahkan Mayadenawa, yang kemudian menjadi simbol kemenangan kebaikan atas kejahatan.
Baca Juga: Apa itu Hari Raya Galungan? Ini Pengertian hingga Makna Penting
Peringatan Hari Raya Galungan dimulai sejak beberapa hari sebelum hari utama Galungan. Seluruh umat Hindu di Bali melakukan persiapan fisik dan spiritual untuk menyambut hari yang suci ini. Salah satu tradisi yang paling terlihat saat perayaan Galungan adalah pemasangan penjor, sebuah tiang bambu melengkung yang dihiasi dengan janur, buah-buahan, dan hasil bumi lainnya.
Penjor ini dipasang di depan rumah-rumah umat Hindu sebagai simbol gunung, tempat tinggal para dewa, dan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Hyang Widhi Wasa atas segala berkat yang telah diberikan.
Penjor bukan hanya sekadar hiasan, melainkan juga memiliki makna yang dalam. Ia melambangkan kehidupan, kemakmuran, dan persembahan kepada Tuhan. Melalui penjor, umat Hindu di Bali berusaha menyelaraskan kehidupan mereka dengan alam dan spiritualitas, serta mengingatkan diri mereka akan pentingnya hidup dalam harmoni dengan alam semesta.
Sehari sebelum Galungan, umat Hindu merayakan hari yang disebut dengan Penampahan Galungan. Pada hari ini, masyarakat Bali akan sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk keperluan upacara keesokan harinya.
Salah satu tradisi yang dilakukan pada Penampahan Galungan adalah menyembelih babi untuk dijadikan lawar, makanan tradisional Bali yang disajikan saat perayaan Galungan. Lawar merupakan simbol kekuatan dan persatuan, karena biasanya dibuat secara bersama-sama oleh anggota keluarga atau masyarakat setempat.
Saat hari Galungan tiba, umat Hindu akan melakukan persembahyangan di pura-pura, baik pura keluarga maupun pura desa. Mereka akan mengenakan pakaian adat Bali yang indah dan membawa berbagai persembahan berupa sesajen, bunga, buah-buahan, serta makanan yang dipersembahkan kepada para leluhur dan dewa.
Doa-doa dipanjatkan dengan penuh khusyuk agar senantiasa mendapatkan berkah dan perlindungan dari Sang Hyang Widhi Wasa. Persembahyangan ini tidak hanya dilakukan di pura, tetapi juga di tempat-tempat suci lainnya, termasuk rumah-rumah dan pekarangan pribadi.
Setelah persembahyangan, umat Hindu biasanya akan saling mengunjungi kerabat dan tetangga untuk mempererat hubungan sosial. Tradisi saling mengunjungi ini disebut dengan ngayah, yaitu memberikan bantuan atau berbagi makanan sebagai bentuk rasa syukur dan kebersamaan. Kegiatan ini mencerminkan semangat gotong-royong dan persaudaraan yang sangat erat di dalam budaya Bali.
Baca Juga: Kapan Hari Raya Galungan 2024? Berikut Makna hingga Rangkaiannya
Selain sebagai perayaan spiritual, Hari Raya Galungan juga memiliki dimensi sosial yang kuat. Perayaan ini menjadi waktu bagi umat Hindu untuk mempererat tali persaudaraan, berbagi kebahagiaan, serta menguatkan nilai-nilai kebersamaan di dalam masyarakat.
Bagi banyak orang, Galungan juga menjadi momen refleksi, di mana mereka dapat merenungkan tindakan-tindakan mereka selama ini, apakah telah sesuai dengan ajaran dharma atau tidak. Dalam kehidupan modern yang penuh dengan godaan materialisme dan keinginan duniawi, Galungan mengingatkan umat Hindu untuk kembali ke jalan kebenaran dan menjalani hidup dengan penuh kesadaran spiritual.
Perayaan Galungan juga dilanjutkan dengan Hari Raya Kuningan yang jatuh 10 hari setelah Galungan. Hari Kuningan merupakan penutup dari rangkaian perayaan Galungan, di mana umat Hindu kembali melakukan persembahyangan sebagai tanda penghormatan kepada para dewa dan leluhur yang akan kembali ke tempat asal mereka setelah memberikan berkah kepada umat manusia selama Galungan. Pada Hari Kuningan, umat Hindu di Bali mempersembahkan sesajen yang lebih sederhana, tetapi tetap penuh makna.
Pemerintah Bali juga menyadari pentingnya Hari Raya Galungan bagi masyarakat Hindu. Oleh karena itu, pada tanggal 25 September 2024, pemerintah menetapkan hari tersebut sebagai hari libur di Bali.
Kebijakan ini diambil agar umat Hindu di Bali dapat menjalankan prosesi keagamaan dengan lebih khusyuk dan fokus. Dengan adanya hari libur ini, umat Hindu dapat lebih mempersiapkan diri baik secara rohani maupun fisik untuk menjalankan seluruh rangkaian upacara Galungan tanpa terganggu oleh aktivitas pekerjaan atau kesibukan sehari-hari.
Dalam kesimpulannya, Hari Raya Galungan adalah peringatan yang penuh makna dalam kehidupan umat Hindu di Bali. Selain sebagai perayaan kemenangan kebaikan atas kejahatan, Galungan juga menjadi momen refleksi spiritual bagi setiap individu untuk memperkuat iman dan komitmen mereka dalam menjalani ajaran-ajaran dharma.
Dengan segala tradisi dan prosesi yang dilakukan, Galungan mencerminkan kedalaman nilai-nilai spiritual dan budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi, serta menjadi tonggak penting dalam kehidupan keagamaan umat Hindu di Bali.***