Sejak itu kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari perahu yang tak lepas dari rindumu itu.
Akhirnya kau dengar juga pesan si tua itu,"Nuh", katanya,
"Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit".
10. Tentu Kau Boleh
Tentu. Kau boleh masuk, masih ada ruang di sela-sela butir-butir darahku.
Tak hanya ketika rumahku sepi, angin hanya menyentuh gorden, laba-laba menganyam jaring, terdengar tetes air keran yang tak ditutup rapat; dan di jalan sama sekali tidak ada orang atau kendaraan lewat.
Tapi juga ketika turun hujan, air tempias lewat lubangan angin, selokan ribut dan meluap ke pekarangan, genting bocor dan aku capek menggulung kasur dan mengepel lantai.
Tentu. Kau boleh mengalir di sela-sela butir darahku, keluar masuk dinding-dinding jantungku, menyapa setiap sel tubuhku.
Tetapi jangan sekali-kali pura-pura bertanya kapan boleh pergi atau seenaknya melupakan percintaan ini.
Sampai huruf terakhir sajak ini, kau-lah yang harus bertanggung jawab atas air mataku.