Sarah Records, Refleksi Asa Menentang Kapitalisme melalui Musik

- 18 Juli 2020, 20:52 WIB
Sarah Records. *Fadeawayradiate
Sarah Records. *Fadeawayradiate /*Fadeawayradiate/

Sarah memilih mati dengan cara yang lebih suci ketimbang harus bersentuhan dengan kapitalisme.

Baca Juga: Ingin Bisa Berkendara Kemana Saja, Lirik Mobil-Mobil Tangguh Ini

Eksklusivitas rilisan dari Sarah Records seharusnya membuat label tersebut tidak memiliki nama sebesar ini.

Dalam sebuah interview dengan Dimas Ario, Matt pun mengaku heran karena semua rilisan Sarah sebenarnya tidak diedarkan di negara lain selain Inggris.

Adapun negara lain yang pernah melakukan distribusi seperti Prancis, Jepang, dan Amerika, tapi hanya untuk beberapa rilisan saja dan dalam jumlah yang sedikit.

Idealisme dan eksklusivitas itulah yang justru melejitkan nama Sarah Records. Faktanya, bagi para penikmat indie pop, rilisan Sarah sudah bagaikan kitab suci tersendiri.

Bahkan, di Indonesia pernah ada sebuah acara tribute untuk Sarah Records yang bertajuk “We Love Sarah”, sebagai salah satu bentuk kecintaan mereka terhadap label musik ‘bandel’ tersebut.

Kisah dari Sarah Records pun akhirnya didokumentasikan dalam sebuah buku berjudul “Popkiss”, dan film berjudul “Between Hello & Goodbye: the Secret World of Sarah Records”.

Mengutip manifesto berjudul “A Day for Destroying Things” yang mengatakan “The first act of revolution is destruction and the first thing to destroy is the past. Scary. Like falling in love. It reminds us we’re alive”.

Baca Juga: Fakta atau Hoaks: Palestina Dihapus dari Google Maps dan Apple Maps?

Halaman:

Editor: Alvin Aditya Saputra


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x