Anda Tahu Durian Jatohan H. Arif? Ternyata Pemilik dan Pengelola Sedang Konflik hingga Saling Lapor Polisi

Ade
6 Agustus 2023, 00:21 WIB
Sabarto Saleh pemilik sertifikat hak milik (SHM) lahan kedai DJHA /

 

HALOYOUTH - Nama Durian Jatohan Haji Arif atau DJHA mungkin tidak asing lagi di telinga masyarakat Banten. Ya, kedai DJHA yang beralamat di Jalan Raya Serang-Pandeglang, Baros, Kabupaten Serang, Banten itu jadi incaran pencinta durian lokal hingga mancanegara.

Namun siapa sangka, pemilik dan pengelola kedai DJHA ternyata sedang berkonflik sejak 2022 hingga saat ini, bahkan perselisihan itu hingga berujung saling sakit ke polisi.

Adalah Sabarto Saleh pemilik sertifikat hak milik (SHM) lahan kedai DJHA seluas 1.937 meter dan Atma Wijaya selaku putra Alm. Haji Arif sekaligus pengelola DJHA kini saling lapor ke polisi atas objek tanah tersebut.

Laporan pertama dilayangkan Sabarto Saleh ke Polda Banten pada 2022 atas tuduhan penyemprotan lahan. Sedangkan, Atma Wijaya melaporkan Sabarto ke Polres Serang Kota atas dugaan indentitas palsu.

Baca Juga: Besok, Warga Cibetus Curugoong Gelar Istigosah Minta Kandang Ayam Ditutup

Kepada wartawan di Serang Sabtu (5/8/2023), Sabarto Saleh menceritakan, awal mula Ia mendirikan usaha DJHA usai berkenalan baik dengan pedagang durian bernama Haji Arif. Lantaran memiliki kedekatan, H. Arif meminjam uang sebesar Rp8 juta kepada Sabarto untuk kepentingan uang duka keluarganya saat itu.

“Karena H. Arif tidak mampu mengembalikan uang yang dipinjam, maka dia mengambil keputusan untuk menggadai pohon durian sebanyak 8 pohon milik keluarga kepada saya, bila pohon itu berbuah maka itu hak saya,” ujar Sabarto.

Kemudian, kata Sabarto, pada 2004 dirinya membeli tanah melalui perantara pihak ketiga yaitu H. Arif dan telah diterbitkan akta jual beli yang dikeluarkan oleh kantor Kecamatan Baros. Waktu itu, Sabarto berujar, uang pelunasan tanah tersebut disaksikan langsung oleh H. Arif hingga anaknya Atma Jaya pada tanggal 2 Agustus 2022.

Baca Juga: ABTI Banten Pasang Target Lolos PON 2024, Agus Irawan: Minimal 3 Besar

“Telah dibuatkan sertifikat tanah hak milik (SHM) dengan luas 1.937 meter persegi, terletak di Desa Panyirapan, Kecamatan Baros, Serang, Banten diterbitkan tahun 2006 oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Serang,” katanya.

Lebih lanjut, Sabarto menuturkan, tujuan membeli tanah untuk kepentingan usaha jualan Durian. Usai tanah itu dibeli pda 2004. Dia mulai membangun saung tradisional Menado, kemudian pembangunan selesai pada tahun 2005.

Setelah itu, Sabaro membuka ruang kerjasama dengan Haji Arif untuk mengelola tempat miliknya guna berjualan durian. Usaha itu diberi nama Durian Jatohan Haji Arif (DJHA). Namun Haji Arif menunjuk anaknya, Atma Jaya untuk membantu mengelola usaha tersebut.

“Nah pada 2005 hingga 2010 usaha DJHA menghasilkan pendapatan yang pesat. Saat itu pembagian hasil durian setiap bulan digunakan antara saya H. Arif dan Atma Wijaya dengan ditentukan untuk saya mendapatkan per bulan sebesar 25 juta,” ungkap dia.

Baca Juga: Muswil ke-IV Pemuda Muhammadiyah Provinsi Banten

Lantaran usaha terus berkembang, pada 2009 pembagian hasil durian dirubah dimana Sabarto mendapatkan Rp30 juta perbulan atas kesepakatan H. Arif, dan Atma Wijaya alias Aat.

Kata Sabarto, setelah H. Arif meninggal dunia pada 2015, anaknya Atma Wijaya meneruskan pengelola usaha DJHA atas persetujuan dirinya.

Namun, pada 2017-2018, Sabarto mulai mencium kecurangan dan tidak keterbukaan dalam penghasilan usaha milik tersebut yang dikelola Atma.

“Ada laporan kepada saya dari karyawan kasir DJHA bahwa uang kas DJHA dipakai untuk kepentingan pribadi Atma bukan DJHA,” katanya.

Setelah itu, kecurigaan lain pembagian jatah setiap bulan hasil usaha tidak sesuai dan Atma sering beralasan rugi atau ada hutang.

“Sedangkan tidak ada laporan kepada saya sebagai pemilik usaha DJHA,” tutur dia.

Pada 2019 usaha DJHA diterjang pandemi Covid-19, Sabarto pun memaklumi serta tidak menuntut untuk meminta haknya. Namun, setelah Covid geliat DJHA mulai tumbuh kembali. Akan tetapi, Atma sebagai pengelola tidak memberikan sesuai jatah per bulan 30 juta.

Barulah Pada 2022 Atma memutuskan untuk menyatakan kepada Sabarto untuk mengundurkan diri alias bubar. “setelah mendapatkan pernyataan itu, saya mengambil sikap atau tindakan untuk membubarkan CV. DJHA dan pada 1 Agustus 2022 secara resmi DJHA dibubarkan oleh Kemenkumham,”

Sabarto beralasan, pembubaran DJHA dilakukan lantaran ia khawatir Atma akan menggunakan CV. DJHA untuk kepentingan pribadi.

Setelah dibubarkan, Sabarto Saleh mengumpulkan semua ahli waris Alm. H. Arif untuk musyawarah prihal lahan tersebut. Ia meminta kepada keluarga Haji Arif untuk menyewa lahan jika ingin kembali menggunakan tempat tersebut.

“Dengan bubar DJHA ini jadi sekarang tempat yang kamu pakai ini bagaimana kalau memang mau dipakai? Ini harus disewa karena saya sudah bubarkan usaha ini,”

Usai musyawarah tidak menemui titik terang, Sabarto tak menyangka Atma justru menggunakan cara licik untuk merebut tanah miliknya. Dengan begitu, pada 6 Oktober 2022, Sabarto melaporkan Atma ke Polda Banten terkait penyerobotan lahan dalam pasal 167 dan 385 serta Perpu berdasarkan surat tanda bukti lapor: nomor TBL/B/II/I/2023/SPKT II. Direskrimum Polda Banten.

Namun, usai Sabarto melaporkan Atma Wijaya ke Polda, tak berselang lama Sabarto Saleh digugat di pengadilan agama oleh keluarga besar Alm. H. Arif terkait objek lahan terkait.

Masih Sabarto memberikan pengakuan, bahwa berdasarkan wasiat yang seolah-olah dibuat oleh H. Arif dan surat wasiat tersebut diperlihatkan pada tahun 2022 di Pengadilan Agama.

Baca Juga: Pecinta Alam dan Petualang Merapat, Intip 10 Tempat Wisata Mengagumkan di Kota Batam yang Wajib Dijelajahi

Sabarto mengendus surat wasiat itu dipalsukan, usai ditelusuri dan dimintai keterangan tertulis keluarga alm. H. Arif membenarkan tidak mengetahui prihal gugatan terkait.

Alhasil, Sabarto memenangkan gugatan di PA, setelah diputus perkara A quo oleh majelis hakim dengan nomor perkara: 302/pdt.G/2023/PA. Srg pada 21 Maret 2023 dengan amar putusan pengadilan agama tidak berwenang mengadili perkara A quo.

“Mempelajari surat wasiat yang diperlihatkan oleh atma wijaya diduga surat itu palsu dan memiliki kejanggalan karena marerai yang ditempel pada surat itu diberlakukan serta diterbitkan pada 2015. Sedangkan, surat wasiat itu dibuat tahun 2009.”

“Surat wasiat palsu itulah yang menjadi dasar secara paksa untuk menempati dan tidak mau keluar sari telat Sabarto Saleh,”

Kemudian, pada 4 April 2023 Sabarto Saleh kembali melaporkan Atma Wijaya dengan tuduhan pemalsuan surat wasiat berdasarkan surat tanda bukti lapor: TBL/B/84/2023/SPKT.

Setelah itu, ucap Sabarto, proses penyidikan atas laporan penyerobotan lahan pasal 167 dan Atma telah menjadi tersangka dan sudah P21 tinggal menjalankan tahap kedua.

Saat itu, turur Sabarto, bahwa Atma melakukan perlawanan dengan Prapradilan Polda Banten di Pengadilan Negeri Serang. Dan putusan majelis hakim dengan nomor:11/Pra.Pid/ 2023/PN Srg pada 10 Juli 2023z’Dengan amar putusan mengabulkan permohonan pemohon Atma Jaya tidak sahnya menjadi tersangka serta memerintahkan kepada Polda Banten untuk menghentikan penyidikan SP3.

Baca Juga: 6 Rekomendasi Tempat Wisata Angker di Bondowoso, Salah Satunya Sering Dijadikan Tempat Persembahan

“Melihat pertimbangan putusan majelis hakim dalam pokok perkara ini banyak kejanggalan-kejanggalan yang mana putusan itu tidak sesuai dengan fakta dan bukti materil yang ada sehingga Polda Banten kalah dalam persidangan Prapid,”

“Dengan melihat situasi ini sangat terlihat sekali tidak adanya keadilan atau kepastian hukum. Sehingga tanah dan bangunan serta usaha DJHA milik saya dikuasai secara fisik dan dimanfaatkan oleh keluarga besar Alm. H. Arif yang diwakili Atma,” Tandasnya.

Hingga berita ini diturunkan, Haloyouth masih menggali informasi ke pihak-pihak terkait termasuk kepada ahli waris keluarga Almarhum Haji Arif.***

Editor: Rifqiyudin

Tags

Terkini

Terpopuler