Toxic Relationship Kerap Terjadi di Kalangan Remaja, BK Untirta Gelar Webminar

- 31 Mei 2021, 09:56 WIB
Bimbingan Konseling Untirta bahas toxic relationship di webminar
Bimbingan Konseling Untirta bahas toxic relationship di webminar /Tangkap layar/Haloyouth

HALOYOUTH – Semakin maraknya kasus toxic relationship yang dialami oleh ramaja, orang dewasa dan orang tua. Laboratorium Bimbingan dan Konseling (BK) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) adakan webminar online mengenai bahaya dari toxic relationship pada Sabtu, 30 Mei 2021.

Kegiatan webinar Sesi Curhat Remaja (SECURE) series 1 ini diawali dengan sambutan oleh Kepala Laboratorium BK Untirta Arga Satrio Prabowo dan dibuka oleh Ketua Jurusan BK Untirta Evi Afiati.

Webinar kali ini menghadirkan pemateri dosen yang berasal dari Universitas Ibnu Khaldun Bogor, Siti Aminah Alfalathi, M.Pd.

Dalam kesempatan ini, Aminah menjelaskan bahwa bertahan dalam toxic relationship artinya memupuk luka.
Meninggalkan pasangan dalam toxic relationship artinya siap menerima luka, meskipun realitanya itu berat.

Baca Juga: 1 Juni Diperingati Sebagai Hari Lahir Pancasila, Berikut Sejarahnya

"Toxic relationship ditandai dengan sebuah hubungan emosional yang dilampiaskan kepada seseorang sehingga menyerang psikis. Bahkan dapat melukai pasangan secara fisik," jelas Aminah dalam penjelasannya melalui platform Zoom.

"Menurut studi dari CATAHU Komisi Nasional (Komnas) perempuan, korban dari toxic relationship sering dialami oleh perempuan. Meskipun laki-laki pun mengalami kasus toxic relationship," sambungnya.

Dalam toxic relationship terdapat berbagai kekerasan yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi. Oleh karena itu, kita harus memulai untuk mengidentifikasi hubungan yang kita jalani.

"Kejujuran dan komunikasi yang baik adalah kunci hubungan sehat. Jangan sampai ketika kita salah, kita memanipulasi pasangan kita dan berujung flying victim," ucap Aminah.

Baca Juga: Sinopsis Sinetron Buku Harian Seorang Istri Minggu 30 Mei 2021, Pasha Jujur! Ungkap Dirinya Adalah Adh

Ada beberapa toxic relationship yang tergolong menjadi tiga bagian.

"Dalam teori Analisis Transaksional, toxic relationship dibagi menjadi tiga, yaitu parent ego, adult ego (here and now) dan child ego (merecal kembali ingatan masa kecil). Semua orang memiliki tiga ego ini, namun mana yang dominan," katanya.

Tanda bahwa hubungan terjebak dalam toxic relationship adalah rasa aman dan tidak aman, tidak dapat menjadi diri sendiri, disalahkan atas masalah, komunikasi yang buruk dan pasangan membuat diri menjadi tidak berharga.

"Ketika seseorang memutuskan untuk meninggalkan toxic relationship, artinya memiliki harga diri yang positif. Sebaliknya, ketika bertahan dalam toxic relationship artinya memiliki harga diri negatif," tutur Aminah.

Aminah menuturkan bahwa kita harus menyadari apabila kita berada dalam hubungan toxic relationship.

"Untuk mengelola toxic relationship, kita harus menyadari berada dalam toxic relationship, berhenti untuk menormalisasi perilaku negatif, meningkatkan harga diri dengan self love, utamakan kebahagiaan diri sendiri daripada orang lain dan bercerita kepada teman, keluarga atau konselor," ujarnya.

Baca Juga: Anies Baswedan Belum Dilirik PKS untuk Pilpres 2024

Di Akhir penjelasan, Aminah berpesan bahwa semua orang berhak atas kesempatan yang kedua, namun bukan untuk kesalahan yang sama. Jadi kalau suatu hubungan mulai tidak sehat, lebih baik ditinggalkan.

Webinar SECURE Series 1 berjalan dengan lancar, dihadiri oleh 80 peserta berbagai kalangan usia dan berbagai daerah.

Terlihat banyak sekali peserta yang bertanya melalui kolom chat maupun curhat secara langsung mengenai hubungannya dengan pasangan, trauma masa lalu dan yang sedang dihadapi sekarang.*** 

Editor: Nahrul Muhilmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x