Biografi Imam Ahmad bin Hanbal, Ulama yang Hafal Al-Quran Sejak Umur 10 Tahun

- 10 November 2023, 15:00 WIB
Biografi Imam Ahmad bin Hanbal, Ulama yang Hafal Al-Quran Sejak Umur 10 Tahun
Biografi Imam Ahmad bin Hanbal, Ulama yang Hafal Al-Quran Sejak Umur 10 Tahun /unsplash.com/Katerina Kerdi

Dengan ketenarannya, Imam Ahmad tetap hidup sederhana dan menolak untuk masuk dalam kehidupan yang mewah. Beliau tetap rendah hati, menghindari hadiah-hadia terutama dari para tokoh politik. Beliau khawatir dengan menerima hadiah-hadiah tersebut menghalanginya untuk bebas dalam berpendapat dan berdakwah.

Abu Dawud mengatakan, "Majelis Imam Ahmad adalah majelis akhirat. Tidak pernah sedikit pun disebutkan perkara dunia di dalamnya. Dan aku sama sekali tidak pernah melihat Ahmad bin Hanbal menyebut perkara dunia".

Imam Ahmad wafat di Baghdad pada tahun 855 M. Banan bin Ahmad al-Qashbani yang menghadiri pemakaman Imam Ahmad bercerita, "Jumlah laki-laki yang mengantarkan jenazah Imam Ahmad berjumlah 800.000 orang dan 60.000 orang wanita".

Warisan Imam Ahmad yang tidak hanya terbatas pada permasalahn fikih yang ia hasilkan, atau hanya sejumlah hadits yang telah ia susun, namun beliau juga memiliki peran penting dalam melestarikan kesucian keyakinan Islam dalam menghadapi penganiayaan politik yang sangat intens. Kiranya inilah yang membedakan Imam Ahmad dari ketiga imam lainnya.

Semoga Allah Ta’ala menerima amalan Imam Ahmad bin Hanbal dan menempatkannya di surga yang penuh kenikmatan.

Masa-masa Penuh Cobaan

Pada tahun 813-833, dunia Islam dipimpin oleh Khalifah al-Makmun, seorang khalifah yang terpengaruh pemikiran Mu’tazilah. Filsafat Mu’tazilah memperjuangkan peran rasionalisme dalam semua aspek kehidupan, termasuk teologi. Dengan demikian, umat Islam tidak boleh hanya mengandalkan Alquran dan sunnah untuk memahami Allah, mereka diharuskan mengandalkan cara filosofis yang pertama kali dikembangkan oleh orang Yunani Kuno. Di antara pokok keyakinan Mu’tazilah ini adalah bahwa meyakini bahwa Alquran adalah sebuah buku dibuat, artinya Alquran itu adalah makhluk bukan kalamullah.

Al-Makmun percaya pada garis utama pemikiran Mu’tazilah ini, dan ia berusaha memaksakan keyakinan baru dan berbahaya tersebut kepada semua orang di kerajaannya –termasuk para ulama. Banyak ulama berpura-pura untuk menerima ide-ide Mu’tazilah demi menghindari penganiayaan, berbeda halnya dengan Imam Ahmad, beliau dengan tegas menolak untuk berkompromi dengan keyakinan sesat tersebut.

Al-Makmun melembagakan sebuah inkuisisi (lembaga penyiksaan) dikenal sebagai Mihna. Setiap ulama yang menolak untuk menerima ide-ide Muktazilah dianiaya dan dihukum dengan keras. Imam Ahmad, sebagai ulama paling terkenal di Baghdad, dibawa ke hadapan al-Makmun dan diperintahkan untuk meninggalkan keyakinan Islam fundamentalnya mengenai teologi. Ketika ia menolak, ia disiksa dan dipenjarakan. Penyiksaan yang dilakukan pihak pemerintah saat itu sangatlah parah. Orang-orang yang menyaksikan penyiksaan berkomentar bahwa bahkan gajah pun tidak akab bisa bertahan jika disiksa sebagaimana Imam Ahmad disiksa. Diriwayatkan karena keras siksaannya, beberapa kali mengalami pingsan.

Meskipun demikian, Imam Ahmad tetap memegang teguh keyakinannya, memperjuangkan akidah yang benar, yang demikian benar-benar menginspirasi umat Islam lainnya di seluruh wilayah Daulah Abbasiah. Apa yang dilakukan Imam Ahmad menunjukkan bahwa umat Islam tidak akan mengorbankan akidah mereka demi menyenangkan otoritas politik yang berkuasa. Pada akhirnya, Imam Ahmad hidup lebih lama dari al-Makmun dan Khalifah al-Mutawakkil  mengakhiri Mihna pada tahun 847 M. Imam Ahmad dibebaskan, beliau pun kembali diperkenankan mengajar dan berceramah di Kota Baghdad. Saat itulah kitab Musnad Ahmad bin Hanbal yang terkenal itu ditulis.***

Halaman:

Editor: Nurhendra Wibowo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah