10 Puisi Soe Hok Gie, Aktivis Indonesia Angkatan 66

- 21 Desember 2021, 22:32 WIB
10 Puisi Soe Hok Gie, Aktivis Indonesia Angkatan 66
10 Puisi Soe Hok Gie, Aktivis Indonesia Angkatan 66 /Foto : Halaman Facebook Soe Hok Gie | Yadhie Setiawan 2012


5. Hidup

Hidup

Terasa pendeknya hidup memandang sejarah
Tapi terasa panjangnya karena derita
Maut, tempat penghentian terakhir
Nikmat datangnya dan selalu diberi salam
“Merasa seneng jadi landa (Belanda)
Kami adalah landa berpangkat kopral
Ini dibawah asuhan sapiteng, kapiten kok sapiteng
Ini saya mengatur sodat-sodat tidak pokro kabeh,
Semua walanda purik kabeh, tinggal aku thok,
Ini mana kapten kok tidak datang, ini kapten lali po piye?”
“Merasa seneng menjadi aktivis
Kami adalah aktivis berpangkat kopral
Ini dibawah asuhan aktivis reformasi lanjutkan,
Berkelanjutan kok lanjutkan
Ini saya mengatur saudara-saudara aktivis yang sudah
Muak dan bosan dengan ideologi dan kemiskinannya
Semua aktivis melacur, tinggal aku aktivis yang belum disunat
Ini mana kaptennya aktivis kok belum datang, lupa atau gimana?”
“Akhir-akhir ini saya selalu berpikir,
Apa gunanya semua yang saya lakukan ini.
Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang…
Makin lama semakin banyak musuh saya dan
Makin sedikit orang yang mengerti saya.
Kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan.
Jadi, apa sebenarnya yang saya lakukan…
Kadang-kadang saya merasa sungguh kesepian.”

Baca Juga: 10 Puisi Karya Chairil Anwar, Si 'Binatang Jalang' dan Juga Pelopor Angkatan 45


6. Kepada Pejuang-pejuang Lama

Kepada Pejuang-pejuang Lama

Biarlah mereka yang ingin dapat mobil, mendapatnya.
Biarlah mereka yang ingin dapat rumah, mengambilnya.
Dan datanglah kau manusia-manusia
Yang dahulu menolak, karena takut ataupun ragu.
Dan kita, para pejuang lama
Yang telah membawa kapal ini keluar dari badai
Yang berani menempuh gelombang (padahal pelaut-pelaut lain takut)
(kau tentu masih ingat suara-suara dibelakang…”mereka gila”)
Hai, kawan-kawan pejuang lama
Angkat beban-beban tua, sandal-sandal kita, sepeda-sepeda kita
Buku-buku kita ataupun sisa-sisa makanan kita
Dan tinggalkan kenangan-kenangan dan kejujuran kita
Mungkin kita ragu sebentar (ya, kita yang dahulu membina
Kapal tua ini
Di tengah gelombang, ya kita betah dan cinta padanya)
Tempat kita, petualang-petualang masa depan akan
Pemberontak-pemberontak rakyat
Di sana…
Di tengah rakyat, membina kapal-kapal baru untuk tempuh
Gelombang baru.
Ayo, mari kita tinggalkan kapal ini
Biarlah mereka yang ingin pangkat menjabatnya
Biarlah mereka yang ingin mobil mendapatnya
Biarlah mereka yang ingin rumah mengambilnya.
Ayo,
Laut masih luas, dan bagi pemberontak-pemberontak
Tak ada tempat di kapal ini
Tentang kemerdekaan
Kita semua adalah orang yang berjalan dalam barisan
Yang tak pernah berakhir,
Kebetulan kau baris di muka dan aku di tengah
Dan adik-adikku di belakang
Tapi satu tugas kita semua,
Menanamkan benih-benih kejantanan yang telah kau rintis….
Kita semua adalah alat dari arus sejarah yang besar
Kita adalah alat dari derap kemajuan samua;
Dan dalam berjuang kemerdekaan begitu mesra berdegup
Seperti juga perjalanan di sisi penjara
Kemerdekaan bukanlah soal orang-orang yang iseng dan pembosan
Kemerdekaan adalah keberanian untuk berjuang
Dalam derapnya, dalam desasnya, dalam raungnya kita
Adalah manusia merdeka
Dalam matinya kita smua adalah
Manusia terbebas.
Mandalawangi-Pangrango
Sendja ini, ketika matahari turun
Ke dalam djurang-djurang mu
Aku datang kembali
Ke dalam ribaanmu, di dalam sepimu
Dan dalam dinginnya.
Walaupun setiap orang berbicara
Tentang manfaat dan guna
Aku bicara terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku.
Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah njanjian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Tjintamu dan tjintaku adalah kebisuan semesta.
Malam itu ketika dingin dan kebisuan
Menjelimuti mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bitjara padaku tentang kehampaan semua.
“hidup adalah soal keberanian,
Menghadapi jang tanda tanya
Tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar
Terimalah, dan hadapilah.
Dan antara ransel-ransel kosong
Dan api unggun yang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas-batas hutanmu,
Melampaui batas-batas djurangmu
Aku cinta padamu Pangrango
Karena aku cinta pada keberanian hidup


7. Mandalawangi - Pangrango

Mandalawangi - Pangrango

Senja ini, ketika matahari turun 
Kedalam jurang-jurangmu
Aku datang kembali
Kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu

Halaman:

Editor: Muhammad Jejen

Sumber: Beragam Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah