Belajar dari Sejarah Mahmed II, Berikut Tiga Rahasia Kesuksesan untuk Pemuda

- 1 Agustus 2020, 23:31 WIB
Lukisan Sultan Mahmed II. *Wikipedia
Lukisan Sultan Mahmed II. *Wikipedia /

HALOYOUTH - Kembalinya status Hagia Sophia menjadi masjid, tak lepas dari sejarah penaklukan Romawi Timur atau Bizantium dengan ibukotanya Konstantinopel.

Sejarah menyebutkan pemimpin penaklukannya adalah pemuda bernama Mehmed II atau dikenal dengan sebutan Al Fatih sang Penakluk.

Pemuda 21 tahun itu mampu memimpin penaklukan Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M.

Baca Juga: Leg Ke-2 Babak 16 Besar Liga Champions: Pep Kagumi Zidane sebagai Pelatih dan Pemain

Penaklukan tersebut melalui proses peperangan selama 54 hari.

Rahasia apa yang tersimpan di balik suksesnya Mehmed II hingga ia disebut Al Fatih?

Berikut ulasannya;

1. Sukses memilih guru

Bicara kesuksesan tentu tak lepas dari peran seorang guru dan orangtua. Kerjasama antara guru dan orangtua menjadi keharusan.

Orangtua al Fatih memberikan wewenang penuh pada sang guru. Bahkan mengijinkan sang guru memukulnya saat putranya tak patuh.

Baca Juga: Sering Gagal Ketika Uji Praktik Lapangan Pembuatan SIM C? Ikuti Tips-tips Berikut

Hal ini diucapakan di depan sang putra sambil memberikan cemeti pada gurunya. Pukulan pertamanya menjadi titik balik kehidupannya. Ia semula bandel menjadi patuh pada gurunya.

Syaikh Ahmad bin Ismail Al Qurani adalah guru pembangun karakter al Fatih. Setelah pukulan pertama itulah ia berhasil menghafal al qur’an di usia 8 tahun.

Selanjutnya ia berhasil menguasai 7 bahasa asing , menguasai ilmu-ilmu politik, strategi perang dan sebagainya.

2. Sukses memberikan bukti bukan janji

Dilansir dari Anadolu Agency, Mehmet II pertama naik tahta pada usia 12 tahun. Pemerintahan pertamanya berakhir hanya dua tahun karena tokoh-tokoh politik dan militer mendorong Murad II (ayah Mehmet II) kembali ke takhta karena ketegangan dan gejolak di wilayah-wilayah yang ditaklukan terutama wilayah Eropa, dan ancaman perang tentara salib.

Baca Juga: Hanya Demi Hiburan, Youtuber Ini Bagikan Daging Kurban Berisi Sampah

Sementara masyarakat, skeptis terhadap kemampuan seorang anak kecil yang menjadi sultan. Meskipun Mehmet II secara sukarela meninggalkan takhta untuk ayahnya, jelas bahwa dia merasa dipermalukan sebagai seorang pemimpin.

Dia kembali ke Manisa, wilayah Aegean, Dia mengembangkan kecerdasannya dan mendapatkan wawasan militer ketika bergabung dengan ayahnya dalam pertempuran Kosovo 1448.

Mehmet II naik takhta kembali saat ayahnya Murad II wafat dengan banyak pelajaran yang dipetik dari pengalaman sebelumnya serta kesalahan dari sejarah Kesultanan Ottoman yang memicu kemunduran.

Berusaha Membuktikan dirinya di mata para tokoh senior Ottoman dan publik, serta mewujudkan tujuan utamanya untuk menorehkan sejarah. Matanya tertuju pada penaklukan Konstantinopel, ibu Kota Bizantium saat itu.

Baca Juga: Donald Trump akan Melarang Penggunaan TikTok

Pada 29 Mei, kota itu akhirnya jatuh, membuat Mehmet II mendapat gelar sang penakluk yang layak.

3. Sukses memimpin diri sendiri sebelum orang lain

Al Fatih memiliki kebiasaan unik, selalu berkeliling di malam hari, memeriksa kondisi teman dan rakyatnya agar menegakkan shalat malam. Selain kecerdasaannya, ketundukannya pada sang Pencipta menjadikannya sukses di usia muda.

Sejarah mencatat sebelum al Fatih memeriksa teman dan rakyatnya agar shalat malam, sejak baligh hingga menutup mata, dia tak pernah meninggalkannya.***

Editor: Fauzian Ahmad

Sumber: Anadolu Agency


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x