Haru!, Kisah Cinta Raden Banyak Kapuk, yang Nyaris Mati di Tangan Anaknya Sendiri. - Serial Tutur Tinular

10 April 2021, 14:21 WIB
Screenshot Cover Youtube Legenda Tutur Tinular /Aksara Hati/

Serial Tutur Tinular memang sudah tidak tayang lagi di layar kaca. Mungkin saja, film besutan S. Tidjab yang fenomenal pada zamannya ini juga sudah tidak dikenali oleh generasi Z dan bisa saja tidak akan digemari jika sewaktu-waktu tayang kembali ditengah populernya drakor dan serial Ikatan Cinta yang bikin baper setiap penonton langganannya.

Meski demikian, serial berlatar belakang sejarah runtuhnya Kerajaan Singhasari dan berdirinya Kerajaan Majapahit ini juga tidak kalah bikin baper setiap menonton yang akan melihat, apalagi saat kisah asmara Raden Banyak Kapuk dan Dewi Tunjung Biru dimulai.

Raden Banyak Kapuk merupakan salah satu dari sekian banyak pembesar Majapahit yang terbilang abdi setia Raden Wijaya. Dia bahkan ikut terlibat proses pendirian Majapahit sewaktu kerajaan tersebut masih kecil. Sebagai pembesar Negara, Banyak Kapuk kerap masuk Desa keluar Desa untuk memastikan wilayah kerajaan loyal terhadap tuannya. Hingga Pada suatu hari bersama pasukannya Raden Banyak Kapuk masuk ke sebuah Desa, ia disambut hangat oleh Ki Sugata Brahma, yang kerap dijuluki si Pendekar Lengan Seribu.

Sebagai wilayah terpencil, kedatangan tamu agung tentu membuat senang warga kampung, termasuk juga tuan rumah yang ternyata memiliki anak gadis yang cantik nan jelita, Dewi Tunjung Biru. Sejak tatapan pertama itu, benih-benih asmara telah tumbuh dengan begitu mengakar, dan cinta, akan selalu melanggar semua hal yang terlarang tanpa kita pedulikan.

Sejak asmara cinta itu digelar diatas bebatuan yang airnya begitu deras mengalir, semuanya serasa berbalik begitu cepat. Raden Banyak Kapuk harus kembali, sementara ia meninggalkan tabiat buruknya sebagai pembesar kerajaan yang acap asal membuang benih-benih asmara kepada gadis Desa yang ia sukai. Dan tentu saja Dewi Tunjung Dewi tidak mampu menahan lara jika segala sesuatunya harus ditanggung sendiri.

Termasuk melahirkan anak hasil hubungan diluar nikah, juga caci maki warga kampung yang akan segera datang karena mencibir anak pendekar terhormat di kampung tapi melakukan sesuatu yang tak pantas. Dan kemudian benar, semua terjadi, dan Dewi menanggungnya seorang diri.

Tidak mampu mencercah derita itu seorang diri, sempat beberapa saat Dewi nekat melakukan bunuh diri namun selalu gagal. Hingga akhirnya dia harus pergi meninggalkan rumah tanpa pamit dan meninggalkan anak kandungnya itu.

Setelah beberapa tahun!

Kamandanu,--tokoh fiksi dalam film-- bersama Sakawuni sedang bertarung habis-habisan dengan Tong Bazil beserta Istrinya yang memegang tongkat beracun dan mematikan. Siapapun lawan tandingnya, tatkala terkena tongkat ini seketika dia akan rapuh, tak terkecuali Raden Ranggalawe, yang saat berhadap-hadapan dengan musuh yang sama, bahkan sempat beberapa kali terkena pukulan tongkat ini Ia dapat mempertahankan dirinya.

Pertarungan itu berakhir dengan kekalahan Kamandanu yang dadanya beberapa kali kena pukulan tongkat hingga ia harus dilarikan ke tempat pengobatan. Luka pukulan tersebut ternyata di vonis oleh banyak tabib tidak dapat disembuhkan tak terkecuali dengan Kembang Tunjung Biru yang dimiliki oleh Dewi Tunjung Biru di sebuah puncak Gunung.

Kamandanu segera dibawa kesana oleh Sakawuni untuk mendapat pengobatan yang cepat. Sesampainya disana, padepokan yang diisi oleh semua wanita itu tidak serta merta menerima tamu, apalagi seorang laki-laki. Luka lama memang telah menjadi masa lalu, tapi kebencian, akan terpelihara sedemikian kuatnya. Begitu alasan Dewi Tunjung Dewi yang tidak ingin menerima tamu seorang laki-laki yang datang hanya akan merenggut keindahn sesaat.

Karena Sakawuni pendekar dan pengelana sejati, tentu dia memaksa masuk dan mengalahkan semua penghalang-penghalanya. Kejadian itu cukup mengusik persemedian Nyai Dewi sehingga memaksanya untuk keluar dan menghadapi gadis pengacau yang belakangan diketahui ternyata anak kandungnya sendiri yang ia tinggalkan sejak kecil.

Sejak mengetahui bahwa Sakawuni serang berhadap-hadapan dengan ibu kandungnya sendiri, ia segera bersujud dan memohon agar sudi membantunya menyembuhkan Arya Kamandanu yang serang koma.

Barulah Kamandanu diterima sebagai pasien yang pengobatan mulai dilakukan. Sambil menunggu Kamandanu siuman, sepanjang hari Sakawuni bersama ibunya bercerita terntang berbagai hal yang terjadi di masa lalu, termasuk tindakan keji yang dilakukan olehnya dan Raden Banyak Kapuk. Hingga Sakawuni berbalik marah dan ingin membalaskan dendam ibunya kepada Banyak Kapuk.

Sesaat setelah kesembuhan Kamandanu, sakawuni buru-buru pergi ke Kutaraja untuk menemui laki-laki yang tidak bertanggung jawab atas perlakuan terhadap ibunya itu. Saat bertemu, Sakawuni beru-buru mengolah kanuragan untuk menghadapi ayah kandungnya itu, sampai-sampai Raden Banyak Kapuk kewalahan dan nyaris mati kena pukulan tangan seribu Sakawuni.

Untuk kedua kalinya jurus itu akan dipukulkan ke Banyak Kapuk, buru-buru Raden Wijaya (Pendiri Majapahit) datang dan menepis jurusnya Sakawuni hingga ia terpental. Sejak keluarnya jurus itu Banyak Kapuk menyadari bahwa ia sedang berhadapan dengan anaknya sendiri.

Kesalahan, seberapapun besarnya selalu akan membuka pintu maaf walaupun entah kapan. Dan Sakawuni tentu saja memaafkan Ayahandanya yang sudah berlumuran darah itu. Sehingga ia perlu membawanya ke padepokan ibunya untuk mendapat pertolongan medis. Disisa nafas terakhirnya, Banyak Kapuk ingin sekali meminta maaf sedalam-dalamnya kepada gadis Desa yang tempo hari pernah menjadi pujaan hatinya itu.

Sesaat setelah sampai disana, sambil menangis Dewi Tunjung Biru enggan menerima lelaki yang sekarep wudel pernah meninggalkannya itu setelah merenggut kehormatannya. Luka-luka lamanya memuncak kembali bak gunung yang bahkan menenggelamkan rasa cintanya yang sempat menusuk ulu hati itu.

Sambil meronta-ronta Banyak Kapuk memohon, Dewi Tunjung Biru terus menerus menolak dan menutup rapat pintu maafnya. Sampai nafas terakhirnya datang dimana Banyak Kapuk hanya mampu bicara terbata-bata ia berujar

"Sebagai manusia biasa aku hanya mencintaimu. Tetapi sebagai prajurit, wanita adalah senjata, dan negara adalah kekasih"..

Sejak saat itu, kemarahan Dewi Tunjung Biru luntur dan kesadaran demi kesadan atas perbuatannya di masa lalu mulai membukakan hatinya, apalagi kondisi Banyak Kapuk semakin rapuh dan tergeletak di lantai. Dewi Tunjung Biru buru-buru memangku Pujaan Hatinya itu dan mengakui kesalahannya di depan Sakawuni. Terakhir, Raden Banyak Kapuk melamar sang pujaan hati Untuk menikah diatas luka-luka yang menganga akibat pukulan demi pukulan Sakawuni.

Editor: Rifqiyudin

Tags

Terkini

Terpopuler