Mantan Napiter Ini Beberkan 5 Ciri Orang Terpapar Radikalisme: Eksklusif hingga Tak Mau Akui NKRI

- 12 Desember 2021, 18:44 WIB
Mantan Napiter Ini Beberkan 5 Ciri Orang Terpapar Radikalisme: Eksklusif hingga Tak Mau Akui NKRI
Mantan Napiter Ini Beberkan 5 Ciri Orang Terpapar Radikalisme: Eksklusif hingga Tak Mau Akui NKRI /Dok: Densus 88 Antiteror Polri/

HALOYOUTH- Mantan Narapidana Terorisme (napiter) Umar alias Abu Hafsah membeberkan 5 ciri-ciri orang yang telah terpapar paham radikalisme di Indonesia.

Hal ini dia sampaikan dalam kegiatan silaturrahmi dan dialog kebangsaan bersama Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam (FKPAI) se-Jabodetabek, Kamis 9 Desember 2021.

"Ada beberapa cori orang yang sudah terpapar paham radikal. Di antaranya seperti tertutup (eksklusif) dalam beragama, menganggap Indonesia thogut, tidak mau upacara bendera, menganggap kafir bagi da'i yang berseberangan dengan kelompok mereka, dan merasa paling benar sendiri," kata pria itu.

Dia menyebut di antara ciri-ciri itu, doktrin lain yang sangat kuat adalah perintah membunuh siapapun yang tidak sepaham dan utamanya aparat pemerintahan dengan cara apapun.

Baca Juga: Begini Profil dan Keterlibatan 3 Terduga Teroris di Bekasi yang Ditangkap Densus 88

Sehingga, pihaknya mengajak kepada para penyuluh agama di Indonesia untuk mewaspadai setiap gerakan agama yang mencurigakan.

Senada dengan Umar, Ustadz Rikal Dikri yang turut menjadi narasumber kegiatan itu mengatakan, bahwa doktrin jihad yang digaungkan oleh kelompok radikal adalah memecah-belah umat Islam.

"Jihad yang sesungguhnya adalah mengupayakan perdamaian, bukan memecah belah dan melakukan tindakan teror," ucap Rikal.

Dirinya mengisahkan, Nabi Muhammad SAW pada zaman dahulu tidak ingin mendirikan negara hanya untuk satu golongan saja, akan tetapi mendirikan negara atas kesepakatan yang terdiri dari berbagai agama.

Baca Juga: Diringkus Densus 88, Begini Keterlibatan 5 Tersangka Teroris JI di Jatim

"Dalam konteks Indonesia, Pancasila adalah Piagam Madinah atau kesepakatan. Sehingga Indonesia menjadi titik temu beragam perbedaan, karena membela negara juga bagian dari membela agama," lanjut Rikal.

Dalam kegiatan yang diikuti oleh 90 peserta tersebut, turut hadir Kasubdit Kontra Radikal Densus 88 Antiteror Polri, Kepala Kantor Kementrian Agama Kota Jakarta Selatan, Kasi Bimas Islam Jakarta Selatan, Staff Depag Jakarta Selatan dan Para Penyuluh Agama Harian (PAH) PNS/Non PNS se-Jabodetabek.

Dalam pemaparannya, Kasubdit Kontra Radikal Densus 88 Antiteror Polri AKBP Moh Dofir menyampaikan pentingnya melaksanakan Assesment terhadap para penyuluh agama seperti mengoptimalkan fungsi pengawasan dan penindakan terhadap pondok pesantren (ponpes) yang tidak berizin, melaksanakan pengawasan kepada para penggalang dana yang berkedok yayasan atau lembaga amal yang berafiliasi dengan jaringan radikal.

Lanjutnya, pentingnya pemetaan terhadap penyuluh agama, pembinaan kepada para khatib Jum'at wilayah Jakarta serta mengedepankan tokoh-tokoh moderat supaya dapat menjaga harmonisasi di lingkungan masyarakat.

Baca Juga: Terduga Teroris Jaringan JAD Ditangkap Densus 88 di Jakarta Timur

"Pemetaan terhadap penyuluh agama dan khatib Jumat ini sangat penting karena dapat mendeteksi dini penyebaran paham radikalisme," ujarnya.

Ia menekankan supaya jangan sampai kecolongan. Sebab menurut dia jika penyuluh agama dan khatib terpapar radikalisme, bisa berakibat bahaya karena dapat berpengaruh langsung terhadap masyarakat.***

Editor: Muhammad Jejen


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah