Mengenang Soe Hok Gie, Aktifis Indonesia yang Meninggal Dunia di Gunung Semeru

17 Desember 2021, 19:15 WIB
Mengenang Soe Hok Gie, Aktifis Indonesia yang Meninggal Dunia di Gunung Semeru /Foto : Halaman Facebook Soe Hok Gie | Yadhie Setiawan 2012

HALOYOUTH - Soe Hok Gie adalah seorang pemuda dan aktifis Indonesia keturunan Tionghoa-Indonesia yang cukup kritis terhadap dinamika politik Indonesia saat itu.

Soe Hok Gie Lahir di Jakarta pada tanggal 17 Desember 1942, ia menempuh pendidikan di Universitas Indonesia di Fakultas Sastra, Jurusan Sejarah. Masuk perkuliahan pada tahun 1960 dan berhasil menyelesaikan studinya dengan gelar Sarjana Sastra. 

Soe Hok Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara dalam keluarganya. Ayahnya bernama Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan. Kakak Kandung Gie, Arief Budiman adalah seorang sosiolog dan dosen di Universitas Kristen Satya Wacana, yang juga cukup kritis dan vokal dalam politik Indonesia.

Namanya cukup dikenal publik hingga hari ini karena Gie seorang penulis yang produktif saat itu dan juga cukup aktif menyuarakan kritik pada masa pemerintahan Presiden Ir. Soekarno dan Presiden Soeharto.

Baca Juga: Merinding! Ini Penyebab Gunung Semeru Meletus, Ada Janji yang Mengikat Antar Syekh Subakir dan Sabdo Palon

Tulisan-tulisan Gie dipublikasikan dan terbit di koran-koran dan media saat itu seperti Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya.

Soe Hok Gie juga mempunyai peran dalam terbentuknya rezim dan kekuasaan Orde Baru, usaha dia saat itu adalah dengan cara memberikan kritik pedas terhadap segala sesuatu yang menurut anggapannya tidak benar. 

Sebagai seorang aktivis dan juga seorang demonstran, Gie tetap menjadikan kepentingan rakyat sebagai landasan perjuanganya, walaupun pada akhirnya saat orde lama runtuh Gie tetap memilih menjadi seorang yang merdeka.

Saat menjadi mahasiswa pun Gie mempunyai peran besar dan turut andil dalam lahirnya organisasi mahasiswa pecinta alam MAPALA UI saat itu, bahkan Gie menjadi pelopor juga pencetus organisasi tersebut.

Baca Juga: Lava Pijar Gunung Merapi Berguguran 15 Kali ke Arah Barat Daya

Gie menganggap bahwa mahasiswa memerlukan sebuah wadah organisasi yang bisa menjadi tempat dan wadah berkumpulnya berbagai kelompok mahasiwa.

Soe Hok Gie meninggal pada saat usianya masih cukup muda di kawah Gunung Semeru pada tanggal 16 Desember 1969 bersama seorang temannya yang bernama Idhan Lubis karena sama-sama menghirup gas beracun. Kematianya tepat satu hari sebelum hari ulang tahunnya pada 17 Desember 1969. 

Selain menulis diberbagai koran dan media saat itu, Gie juga rajin menulis catatan harian sejak tahun 1957. Catatannya terakhirnya adalah pada tanggal 8 Desember 1969, satu minggu sebelum ia meninggal dan sembilan hari sebelum ulang tahunnya yang ke-27.

Awalnya Gie berencana untuk merayakan ulang tahunya itu di Gunung Semeru, Namun Takdir berkehendak lain. Pendakian itu adalah pendakian terakhir baginya.

Pada Desember 1969, Soe Hok Gie bersama teman-temannya yaitu Rudy Badil, Idhan Lubis, Aristides (Tides) Katoppo, Wiwiek A. Wiyana, A. Rachman (Maman), Herman O. Lantang dan Freddy Lasut. mendaki gunung Semeru, gunung tertinggi di pulau Jawa.

Baca Juga: Kenang Kelahiran Munir, Sang Aktivis HAM yang Terbunuh Misterius

Mereka melakukan pendakian pada saat sore hari dengan gerimis dan kabut tebal. Saat di puncak, teman Soe yang bernama Rudy terpaksa turun bersama Maman karena fisik mereka tidak kuat.

Rudy dan Maman keduanya turun dari Gunung Semeru sambil menutup hidung karena bau belerang sangat menusuk paru-paru. Selain Rudy dan Maman, Tides dan Wiwiek telah turun terlebih dahulu.

Pada Saat itu, Gie sedang duduk dengan kaki terlipat ke dada dan tangan menopang dagunya, di tubir kecil sungai kering. Ketika hendak menuruni Gunung Semeru, Rudy dan Maman berpapasan dengan Herman dan Idhan.

Total orang yang masih berada di puncak adalah Soe Hok Gie, Freddy, Herman, dan Idhan. Selain mereka berempat yang lain sudah ada ditenda, namun saat itu hanya Freddy yang terlebih dulu tiba ke perkemahan

Freddy mengabarkan bahwa Gie dan Idhan kecelakaan, namun tidak menjelaskan secara detail keadaan mereka.Tak lama setelah itu Herman turun dan melaporkan pada teman-temannya kalau Gie dan Idhan sudah tak sadarkan diri.

Baca Juga: 6 Rekomendasi Film Demokrasi Politik Indonesia yang Epic dan Seru, Wajib Ditonton Oleh Para Aktivis

Tides pun mengatur penyelamatan. Ia segera turun gunung bersama Wiwiek menuju tepian (danau) Ranu Pane. Sedangkan yang masih berada di tenda menjaga Maman yang syok karena panik dan tergelincir ke jurang kecil.

Pada keesokan harinya tanggal 17 Desember 1969, teman-teman yang tersisa kemudian memeriksa puncak Gunung Semeru. Mengetahui Gie dan Idhan sudah meninggal, akhirnya mereka menunggu bantuan dari Tides yang sebelumnya turun gunung.

Dan mereka yang tersisa di perkemahan memanfaatkan pembekalan yang ada untuk bertahan selama tiga hari sambil menunggu surat dari Tides, yang menanyakan keadaan Gie dan Idhan.

Rudy pun akhirnya turun gunung untuk mengantar surat balasan pada Tides. dan pada tanggal  22 Desember 1969, seluruh rombongan berkumpul di Malang, bersama jenazah Gie dan Idhan sedang Maman di Rawat di Rumah Sakit Claket.

Soe Hok Gie mengembuskan napas terakhir pada usia 26 tahun. Kematian Soe Hok Gie menimbulkan duka mendalam dalam dunia demonstran tanah air. Namun karya-karya tulisanya menjadi tetap abadi dan banyak dibaca oleh para aktifis negeri ini sampai sekarang.***

Editor: Muhammad Jejen

Sumber: Beragam Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler