Dua Sayuran Ini Disebut Ilmuan Dapat Mengurangi Tingkat Kematian Akibat Virus Corona

21 Juli 2020, 10:27 WIB
Sayur kol.*Couleur/Pixabay /Couleur/Pixabay/

HALOYOUTH - Peningkatan mengkonsumsi harian rata-rata sayuran sebesar 1 gram dapat mengurangi kematian akibat virus corona. Hal ini disebutkan berdasarkan penelitian.

Meski penelitian tersebut belum ditinjau oleh sejawat lainnya, namun menurut sebuah studi pendahuluan di Eropa, adanya kemungkinan hubungan antara tingkat virus corona dan makan sayuran tertentu.

Dilansir Haloyouth dari Pikiran-Rakyat.com dalam “Ilmuwan Sebut Kol dan Mentimun dapat Kurangi Angka Kematian Covid-19 tapi Tidak dengan Sayuran ini,” dari laman SCMP, pada studi memberi saran bahwa dengan meningkatkan konsumsi rata-rata kubis (kol) atau mentimun sebanyak 1 gram sehari dapat mengurangi angka kematian akibat virus corona di suatu negara, masing-masing hingga sebesar 13,6 persen atau 15,7 persen.

Baca Juga: 10 Hal yang Anak Inginkan Dari Orang Tua

Dilain sisi, menurut penelitian yang dipimpin oleh Jean Bousquet, seorang profesor kedokteran paru di Universitas Montpellier di Prancis, ada satu sayuran yang berpotensi sebaliknya.

Sayuran itu adalah selada. Selada merupakan sayuran yang bepotensi memiliki efek sebaliknya, sedangkan sayuran lain tak menunjukkan manfaat melawan penyakit seperti kol atau mentimun seperti yang diharapkan.

Meski studi ini belum ditinjau oleh rekan sejawat, terbatas pada Eropa dan para peneliti mengingatkan bahwa hasilnya dapat dipengaruhi oleh ketidakpastian seperti kematian yang dihitung secara berbeda di setiap negara.

Studi ini merupakan 'upaya pertama untuk menghubungkan tingkat kematian dengan konsumsi makanan'.

Baca Juga: Sajadah Lama Bermotif Hagia Sophia Viral

Bousquet mengatakan jika 'nutrisi tak boleh diabaikan', sebagai faktor di balik kematian Covid-19.

Dalam catatannya, Belgia, Inggris, Spanyol, Italia, Swedia dan Prancis telah mencatat angka kematian Covid-19 tertinggi di dunia.

Lebih dari 800 telah meninggal per juta orang di Belgia, tingkatnya menjadi dua kali lipat dari Amerika Serikat, negara yang paling parah dilanda pandemi.

Negara-negara ini, mempunyai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kematian seperti penegakan tindakan penguncian dan iklim bervariasi. Tetapi, kemiripan dimiliki negara negara tersebut, yakni kol dan mentimun bukan bagian besar dari makanan.

Di Prancis, rata-rata orang ditemukan mengonsumsi sekitar 1 gram (0,04 oz) kol sehari, sementara di lima negara lainnya, rata-rata kurang dari 5 gram (0,18 oz) sehari.

Sebaliknya, hampir 30 gram (1,1 oz) kol dikonsumsi rata-rata per hari di Latvia, di mana angka kematian dari Covid-19 termasuk yang terendah di dunia, yaitu 16 per juta orang. Para peneliti menemukan pola yang sama dalam konsumsi mentimun.

Baca Juga: Lapar Saat Istirahat Kerja, Berikut Rekomendasi Makan Siang Untuk Anda

Siprus memang tidak makan banyak kol, tetapi lebih dari 30 gram mentimun dikonsumsi rata-rata per hari dan tingkat kematian di wilayah itu setara dengan Latvia. Ini bisa dilakukan dengan protein pada manusia yang disebut Nrf2.

Sars-Cov-2, virus yang menyebabkan penyakit Covid-19, dapat menyebabkan peradangan serius pada pasien yang sakit parah, termasuk menghasilkan partikel oksigen yang merusak.
Nrf2 dapat mengikat dengan partikel-partikel ini untuk mengurangi kerusakannya dan di situlah kubis dan mentimun termasuk.

Studi sebelumnya telah menyarankan sayuran yang memiliki senyawa alami seperti curcumin, sulforaphane dan vitamin D dapat meningkatkan produksi Nrf2.

Menurut para peneliti Eropa, itu mungkin berarti orang dengan lebih banyak mentimun dan kol dalam makanan mereka bisa lebih siap untuk melawan virus.

Namun teorinya tidak meluas ke sayuran lain yang diketahui meningkatkan produksi Nrf2 seperti brokoli dan kembang kol, yang tidak ditemukan memiliki manfaat apa pun.

Baca Juga: Maju Sebagai Calon Wali Kota Solo, Gibran Miliki Akibat Didua Sisi

Para peneliti mengatakan satu penjelasan yang mungkin adalah asupan harian yang relatif rendah dari sayuran itu.

Konsumsi rata-rata untuk brokoli dan kembang kol adalah di bawah 6 gram (0,21 oz) sehari di seluruh Eropa, yang dinilai terlalu rendah untuk memberikan perlindungan.

Sedangkan selada adalah teka-teki lainnya, dan salah satu sayuran yang belum dijelaskan oleh para penelitian.

Mereka menemukan negara-negara di mana lebih banyak selada dimakan seperti Spanyol dan Italia memiliki tingkat kematian Covid-19 yang jauh lebih tinggi daripada negara-negara di mana selada dimakan lebih sedikit, seperti Jerman.

Meski perbedaannya tidak signifikan secara statistik untuk beberapa negara, tetapi pola yang nampak terlihat jelas bahkan setelah disesuaikan dengan faktor-faktor seperti PDB, kepadatan populasi, prevalensi obesitas dan juga distribusi usia.

Ren Guofeng, seorang Profesor nutrisi medis di Central South University di Changsha, Tiongkok, mengatakan jika terdapat bukti kuat bahwa konsumsi sayuran dapat mempengaruhi hasil dari banyak penyakit kronis.

Baca Juga: Kemungkinan Calon Vaksin COVID-19 Akan Diuji di Bandung Pada Agustus 2020

Dalam catatannya, ternyata masih banyak yang tidak diketahui mengenai virus corona serta faktor-faktor lain yang berperan.

"Ini akan membantu pertempuran melawan pandemi jika kita bisa menemukan kunci rahasia dalam makanan, tetapi sejauh ini bukti tidak cukup kuat untuk mendukung teori ini," katanya.

Selanjutnya, seorang ahli epidemiologi dari Institut Pasteur di Shanghai menyebutkan jika penelitian itu memiliki keterbatasan.

Pada penuturannya, ia menjelaskan jika hasil penelitian harus dilakukan secara hati-hati dan setiap orang harus menggunakan akal sehat ilmiah dalam menentukan penilaian.***(Rahmi Nurfajriani/PR)

Editor: Fauzian Ahmad

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler