Yang Fana Adalah Waktu, Karya Sapardi Abadi

- 16 Juli 2020, 13:58 WIB
Sapardi Djoko Damono.*/instagram.com/@damonosapardi
Sapardi Djoko Damono.*/instagram.com/@damonosapardi /instagram.com/@damonosapardi/

HALOYOUTH - Sapardi Djoko Damono, seorang penyair yang namanya sudah tidak diragukan lagi dalam dunia kesusastraan Indonesia. Pria kelahiran Solo 20 Maret 1940 ini merupakan seorang penyair, dosen, pengamat, kritikus, sekaligus pakar sastra.


Setelah mengenyam penidikan SMA, ia melanjutkan studinya di Jurusan Sastra Inggris Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia juga pernah memperdalam kajian kemanusiaan (humanities) di University of Hawaii, Amerika Serikat pada 1970 hingga 1971.


Pada 1989 ia memperoleh gelar doktor dalam ilmu sastra, dengan disertasi yang berjudul "Novel Jawa Tahun 1950-an: Telaah Fungsi, Isi, dan Struktur". Enam tahun berselang, ia dikukuhkan sebagai guru besar di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia.

Baca Juga: Britpop; Bermula dari Genre Musik Menjadi Kultur Britania Raya

Dikutip dari Kemdikbud RI, di samping bekerja sebagai dosen di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, Sapardi pernah menjabat Direktur Pelaksana "Yayasan Indonesia" Jakarta (1973-1980), redaksi majalah sastra Horison (1973), Sekretaris Yayasan Dokumentasi Sastra H.B. Jassin (sejak 1975), anggota Dewan Kesenian Jakarta (1977-1979), anggota redaksi majalah Pembinaan Bahasa Indonesia, Jakarta (sejak 1983), anggota Badan Pertimbangan Perbukuan Balai Pustaka, Jakarta (sejak 1987), Sekretaris Yayasan Lontar, Jakarta (sejak 1987); dan sebagai Ketua Pelaksana Pekan Apresiasi Sastra 1988, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta (1988).


Melalui karya-karyanya, Sapardi tergambarkan sebagai sosok yang sederhana. Kesederhanaan disusun sedemikian rupa hingga terasa seperti senjata namun memiliki kesan yang manis.


Sapardi mengumpulkan sajaknya dalam buku yang berjudul Duka-Mu Abadi (1969), Mata Pisau (1974), Akuarium (1974), Perahu Kertas (1983), Sihir Hujan (1984), Hujan Bulan Juni (1994), Arloji (1998), Ayat-Ayat Api (2000), Mata Jendela (2000), dan Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro (2003), pada 2001 terbit kumpulan cerpennya yang berjudul Pengarang Telah Mati, lalu pada 2009 terbit kumpulan sajaknya yang berjudul Kolam.


Selain itu, ia juga menerjemahkan beberapa karya sastra asing ke dalam bahasa Indonesia.


Atas prestasi berbagai karyanya, ia dianugerahi berbagai perhargaan dari dalam dan luar negeri, antara lain Hadiah Majalah Basis (1963), Cultural Award dari Pemerintah Australia, Anugerah Puisi-Puisi Putera II (1983) untuk bukunya Sihir Hujan, menerima hadiah dari Dewan Kesenian Jakarta (1984) atas bukunya yang berjudul Perahu Kertas, menerima hadiah SEA Write Award (1986) dari Thailand. Ia juga mendapat Anugerah Seni dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1990), serta memperoleh Kalyana Kretya (1996) dari Menristek RI.***

Baca Juga: Sifat Pesimis Memberikan Dampak Buruk Bagi Kebiasaan Tidur Seseorang

Editor: Ade Rosman

Sumber: Kemdikbud


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x