Begini Isi Pidato Jokowi dalam KTT COP26 yang Tuai Kritik Greenpeace hingga Berbuntut Laporan Polisi

14 November 2021, 16:12 WIB
Presiden RI Joko Widodo /Dok:Twitter/@jokowi/

HALOYOUTH- Pidato Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim COP26, yang digelar di Glasgow, Skotlandia, Senin, 1 November 2021 lalu, menuai kritik dari komunitas Greenpeace.

Dalam pidatonya, Jokowi menyebut laju deforestasi di Indonesia turun signifikan dalam 20 tahun terakhir, kebakaran hutan di Indonesia sebut Jokowi, turun 82 persen di tahun 2020.

Begini Isi Pidato Lengkap Presiden Jokowi dalam KTT COP26:

"Yang Mulia, perubahan iklim adalah ancaman besar bagi kemakmuran dan pembangunan global. Solidaritas, kemitraan, kerjasama, kolaborasi global, merupakan kunci.

Baca Juga: Jokowi Sering Dihina Orang, Kaesang Tak Ambil Pusing: Daripada Ngurusin Orang Kurang Ajar, Mending Kita Kerja

Dengan potensi alam yang begitu besar, Indonesia terus bekontribusi dalam penanganan perubahan iklim. Laju deforestasi turun signifikan, terendah dalam 20 tahun terakhir. Kebakaran hutan juga turun 82 persen di tahun 2020.

Indonesia juga telah memulai rehabilitasi hutan mangrove seluas 600 ribu hektare sampai di 2024, terluas di dunia. Indonesia juga telah merehabilitasi 3 juta lahan kritis antara tahun 2010 sampai 2019. Sektor yang semula menyumbang 60 persen emisi Indonesia akan mencapai carbon net sink, selambatnya tahun 2030.

Di sektor energi kami juga terus melangkah maju. Dengan pengembangan ekosistem mobil listrik, pembangunan pembangkit listrik tenaga surya terbesar di Asia Tenggara, pemanfaatan energi baru terbarukan termasuk biofuel, serta pengembangan industri berbasis clean energy termasuk pembangunan kawasan industri hijau terbesar di dunia, di Kalimantan Utara.

Baca Juga: Fadli Zon Usul Pemberantasan Terorisme hingga Bubarkan Densus 88

Tetapi hal itu tidak cukup. Kami, terutama negara yang mempunyai lahan luas yang hijau dan berpotensi dihijaukan, serta negara yang memiliki laut luas yang potensial menyumbang karbon, membutuhkan dukungan dan kontribusi dari internasional, dari negara-negara maju.

Indonesia akan terus memobilisasi pembiayaan iklim dan pembiayaan inovatif serta pembiayaan campuran, obligasi hijau, dan sukuk hijau.

Penyediaan pendanaan iklim dengan pendanaan negara maju merupakan game changer dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di negara-negara berkembang. Indonesia akan dapat bekontribusi lebih cepat bagi net zero emissions dunia.

Pertanyaannya, seberapa besar kontribusi negara maju untuk kami? Transfer teknologi apa yang bisa diberikan? Ini butuh aksi, butuh implementasi secepatnya.

Baca Juga: Punya Elektabilitas Tinggi, ini Deretan Calon Alternatif Capres Cawapres 2024 Diluar Ketum Parpol Menurut SMRC

Selain itu, carbon market dan carbon price harus menjadi bagian dari penanganan isu perubahan iklim. Ekosistem ekonomi karbon yang transparan, berintegritas, inklusif, dan adil harus diciptakan.

Yang Mulia, sebagai penutup di KTT ini, atas nama Forum Negara-negara Kepulauan dan Pulau Kecil (AIS), Indonesia merasa terhormat dapat mensirkulasikan pernyataan bersama para pemimpin AIS Forum.

Sudah jadi komitmen AIS Forum untuk terus memajukan kerjasama kelautan dan aksi iklim di UNFCCC. Terima kasih."

Tuai Kritik Greenpeace

Di situs resminya pada 2 November 2021 lalu, Greenpeace memberikan tanggapan atas pidato Jokowi terkait deforestasi di Indonesia yang menurun. Mereka mengunggah tulisan di laman resminya dengan mengatakan bahwa pidato Presiden Jokowi tentang hal tersebut tidak sesuai fakta yang terjadi.

Baca Juga: Harta Kekayaan Presiden Jokowi Meningkat Selama Pandemi, Anggota DPR Ini Minta Jokowi Berbagi Tips Agar Kaya

"Deforestasi di Indonesia justru meningkat dari yang sebelumnya 2,45 juta ha (2003-2011) menjadi 4,8 juta ha (2011-2019). Padahal Indonesia sudah berkomitmen untuk menekan laju deforestasi," tulisnya.

Tren penurunan deforestasi dalam rentang 2019-2021 menurutnya, tidak lepas dari situasi sosial politik dan pandemi yang terjadi di Indonesia sehingga aktivitas pembukaan lahan terhambat.

"Faktanya dari tahun 2002-2019, saat ini terdapat deforestasi hampir 1,69 juta hektar dari konsesi HTI dan 2,77 juta hektar kebun sawit," lanjutnya.

Atas hal tersebut, komunitas Greenpeace Indonesia menyayangkan isi pidato Presiden Jokowi yang dianggap tidak memperlihatkan komitmen serius dan ambisius yang merupakan inisiatif pemerintah sendiri.

Baca Juga: Kritik Jokowi Berujung Pemanggilan, Fahri Hamzah: Rupanya Mental Orba Pindah ke Rektor UI, Malu ah!

“Sebagai bagian dari 20 ekonomi terbesar di dunia, dan 10 negara pengemisi terbesar, seharusnya Indonesia memimpin dengan komitmen ambisius dan aksi nyata untuk dekarbonisasi ekonominya. Yaitu dengan berkomitmen untuk mencapai karbon netral pada 2050, menghentikan dominasi batubara pada sektor energi, dan tidak menggantungkan diri pada perdagangan karbon yang merupakan solusi palsu terhadap krisis iklim,” ucap Leonard Simanjuntak Kepala Greenpeace Indonesia dikutip haloyouth dari situs resminya pada 14 November 2021.

Berbuntut Laporan Polisi

Husin Shahab selaku Ketua Cyber Indonesia melaporkan kritik Greenpeace ke Polda Metro Jaya pada Selasa, 9 November 2021 dengan dakwaan tindak pidana UU ITE.

Husin mengatakan, data yang disampaikan Greenpeace Indonesia tidak sesuai fakta dan menyesatkan. Sehingga pihaknya merasa dirugikan atas pernyataan tersebut.

"Informasi yang disampaikan Greenpeace menyesatkan, karena data yang disampaikan soal deforestasi tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya. Justru selama pemerintahan Jokowi yang berusaha untuk menekan peningkatan deforestasi dari tahun ke tahun dan tidak terjadi kebakaran hutan," ujar Husin dalam keterangan tertulis kepada wartawan pada Sabtu, 13 November 2021.

Baca Juga: SMRC Prediksi Koalisi Pilpres 2024 hingga Prabowo tak Bisa Nyapres, Begini Penjelasannya

Ia beranggapan bahwa Greenpeace telah memutar balikkan fakta dengan menyebut dalam pernyataannya bahwa deforestasi di Indonesia meningkat dari yang sebelumnya 2,45 juta ha (2003-2011) menjadi 4,8 juta ha (2011-2019).***

Editor: Muhammad Jejen

Sumber: Beragam Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler