Wah, Ratusan Ribu Orang Terjebak Sebagai Penipu Online di Asia Tenggara, Begini Menurut Laporan PBB

30 Agustus 2023, 12:40 WIB
Ilustrasi Penipu online /pixabay/Sammy-Williams

HALOYOUTH - Kantor Hak Asasi Manusia PBB merilis laporan yang mengungkapkan bahwa ratusan ribu orang dipaksa terlibat dalam berbagai bentuk kriminalitas online oleh geng kriminal terorganisir di Asia Tenggara.

Laporan tersebut mengungkapkan bahwa kriminalitas ini mencakup penipuan investasi, penipuan kripto, percintaan palsu, dan perjudian ilegal.

Para korban menghadapi serangkaian pelanggaran serius, termasuk ancaman terhadap keselamatan mereka, penyiksaan, kerja paksa, dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya.

Menurut Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, Volker Türk orang-orang yang dipaksa bekerja dalam operasi penipuan ini mengalami perlakuan tidak manusiawi.

"Mereka adalah korban, bukan penjahat," katanya dikutip Haloyouth.com dari ohchr.org pada Rabu 30 Agustus 2023.

Perdagangan penipuan online di Asia Tenggara sulit diukur secara tepat karena sifat rahasia dan kesenjangan dalam respons resmi. Laporan tersebut memperkirakan bahwa setidaknya 120.000 orang di Myanmar dan sekitar 100.000 orang di Kamboja terlibat dalam penipuan online.

Negara-negara lain seperti Laos, Filipina, dan Thailand juga menjadi tempat tujuan atau transit utama untuk perdagangan manusia ini.

Pusat-pusat penipuan online ini menghasilkan pendapatan dalam jumlah besar, mencapai miliaran dolar AS setiap tahunnya.

Baca Juga: BRICS: Putin Serukan Tinggalkan Dolar Amerika, Via BRIC Eksportir Raksasa Minyak Dunia Iran dan Saudi Bersatu

Pandemi COVID-19 dan langkah-langkah respons terkait telah mengubah dinamika aktivitas ilegal ini di wilayah tersebut.

Banyak operator kasino memindahkan operasi mereka secara online sebagai tanggapan terhadap penutupan kasino fisik, menciptakan peluang baru bagi para penjahat untuk melibatkan target dalam skema penipuan.

Kebanyakan korban perdagangan manusia dalam penipuan online adalah laki-laki, meskipun perempuan dan remaja juga menjadi korban. Mereka berasal dari berbagai negara termasuk wilayah ASEAN, Tiongkok, Hong Kong, Taiwan, Asia Selatan, Afrika, dan Amerika Latin.

Laporan tersebut mengungkapkan bahwa beberapa negara di Asia Tenggara telah mengadopsi kerangka hukum dan kebijakan untuk melawan perdagangan manusia, namun implementasinya masih belum memenuhi standar internasional.

Banyak korban malah diperlakukan sebagai penjahat atau pelanggar imigrasi, bukannya dilindungi dan diberikan akses ke rehabilitasi yang mereka butuhkan.

Komisaris Türk menegaskan bahwa langkah-langkah holistik, termasuk penguatan hak asasi manusia dan peningkatan supremasi hukum, diperlukan untuk memberantas kriminalitas online ini dan memastikan perlindungan bagi para korban.

"Hanya pendekatan holistik seperti ini yang dapat memutus siklus impunitas dan menjamin perlindungan dan keadilan bagi orang-orang yang telah mengalami pelecehan yang begitu mengerikan," tambahnya.***

Editor: Adi Riyadi

Sumber: ohchr.org

Tags

Terkini

Terpopuler