Novel Indonesia Berlatar Sejarah yang Wajib Dibaca

12 Agustus 2020, 12:09 WIB
Ilustrasi membaca novel. *Pixabay /

HALOYOUTH - Bagi para penggemarnya, novel memang karya fiksi yang tidak akan ada habisnya. Berbagai macam tema banyak bermunculan seakan membius para pembaca.

Namun, siapa bilang novel belatar sejarah itu membosankan? Tak jarang, cerita yang ditawarkan pun menampilkan kesuraman dan mimpi buruk sejarah Indonesia. Selain itu, konflik yang dihadirkan oleh para penulisnya pun tak main-main.

Di bawah ini merupakan karya novel dari para penulis tersohor Indonesia yang berlatar sejarah. Dengan plot twist yang memikat, kira-kira apa sajakah novel-novel itu?

Baca Juga: Rusia Daftarkan Vaksin Covid-19 Pertama Di Dunia

1. 'Laut Bercerita' oleh Leila S. Chudori

Novel ini menceritakan tentang perjuangan seorang mahasiswa bernama Biru Laut yang 'getol' memperjuangkan hak-hak orang kecil di masa orde baru.

Pada sebuah senja di bulan Maret 1998, Biru Laut ditangkap oleh empat pria tidak dikenal bersama kawan-kawan baiknya; Daniel Tumbuan, Sunu Dyantoro, dan Alex Perazon. Sedihnya, Biru Laut dibuang ke laut dan hidupnya berakhir.

Novel ini menceritakan kekejaman oknum penguasa kepada para aktivis yang memperjuangkan hak-hak rakyat kecil di masa lalu. Hal ini mengingatkan kita betapa banyak aktivitas di masa lalu yang dihilangkan tanpa jejak.

Baca Juga: Microsoft akan Luncurkan Xbox Series X pada November 2020

Dengan bumbu-bumbu romantika percintaan, pengkhianatan, perjuangan turba, dan kasih sayang keluarga, novel ini merupakan novel fiksi berlatar sejarah yang wajib Anda baca.

2. 'Pulang' oleh Leila S. Chudori

Masih merupakan karya fiksi dari penulis yang sama dengan novel 'Laut Bercerita', 'Pulang' menceritakan tentang Dimas Suryo, seorang eksil politik yang tidak bisa pulang kembali ke tanah air. Ia pun bertemu dengan Viviene di Paris pada Mei 1968 saat gerakan mahasiswa berkecamuk di sana.

Di bagian cerita yang lain, Lintang Utara, anak semata wayang dari Dimas Suryo dan Viviene berhasil mendapatkan visa masuk ke Indonesia pada 1998. Lintang berniat untuk melakukan penelitian terkait pengalaman keluarga korban tragedi 30 September sebagai tugas akhir kuliahnya.

Baca Juga: Kasus Pemalsuan Label SNI, Neta S Pane: Kenapa Tak Kunjung Dituntaskan?

Tak terduga, bukan hanya bertemu dengan tragedi paling berdarah di negeri asal ayahnya, Lintang juga harus berurusan dengan masa lalu ayahnya.

Ia pun menjadi saksi atas kerusuhan terbesar dalam sejarah Indonesia: kerusuhan Mei 1998 dan turut menjadi saksi atas tumbangnya Presiden Indonesia yang telah berkuasa selama 32 tahun.

3. 'Amba' oleh Laksmi Pamuntjak

'Amba' bercerita tentang seorang perempuan yang bernama sama dengan judulnya yang pergi ke Pulau Buru untuk mencari orang yang dikasihinya, yang telah memberikannya seorang anak di luar nikah.

Laki-laki itu bernama Bhisma yang merupakan seorang dokter blasteran Jerman. Mereka telah terpisah sejak peristiwa G30S di Yogyakarta meletus.

Baca Juga: Kalahkan Basel dengan Skor Telak, Shakhtar Donetsk Tantang Inter Milan di Semi Final Liga Eropa

Saat ia tiba di Buru, ia harus menerima kenyataan bahwa Bhisma telah meninggal dunia.

4. 'Lentera Batukaru: Cerita Tragedi Kemanusiaan Pasca-1965' oleh Putu Setia

Novel berlatar sejarah ini menceritakan tentang kisah kekerasan yang menimpa keluarga kecil di lereng Gunung Batukaru, Bali.

Penulisnya, Putu Setia, berhasil merekam politik keruh yang terjadi pasca 1965. Tak hanya itu, ia pun merekam kekerasan politik yang terjadi di sana jelang pemilu 1971.

Novel dengan pendekatan jurnalistik ini ditulis oleh Putu Setia berdasarkan kisah nyata. Saat ini, Putu Setia menjadi pendeta Hindu dan memilih untuk hidup tenang di lereng Batukaru.

Baca Juga: Amerika Serikat Gelontorkan Dana Senilai 1,5 miliar US Dollar untuk 100 Juta Dosis Calon Vaksin

5. 'Cantik Itu Luka' oleh Eka Kurniawan

Novel tersohor karya Eka Kurniawan ini bercerita tentang seorang perempuan yang bangkit dari kuburnya setelah dua puluh satu tahun kematian. Kematiannya ini menguak tragedi keluarga yang terjadi sejak akhir masa kolonial.

Novel epik dengan kisah yang rumit ini menceritakan tentang aib keluarga, kekejaman politik, mitologi, dan menggambarkan derajat perempuan.

Dari novel ini, pembaca akan mendapat pelajaran bahwa menjadi cantik itu adalah sebuah tantangan bagi perempuan, di mana seorang laki-laki melihatnya karena tubuhnya yang molek ataukah hatinya?

Baca Juga: Bank Syariah Mandiri Purwokerto Tutup Pelayanan Akibat 12 Pegawainya Positif Covid-19

Dari novel ini pula, kita juga menjadi mengerti bahwa menjadi cantik saja tidak akan pernah cukup. Didalamnya harus memiliki kekuatan, ketabahan, dan kecerdasan. Dewi Ayu - tokoh utama dalam cerita ini yang meskipun ia digambarkan sebagai pelacur terkenal di Halimunda - ia dapat mencerminkan bahwa apa yang telah ia perbuat tak mengurangi nilai dirinya sebagai perempuan.

Apalah daya jika menjadi cantik hanya menuai teror dalam kehidupan saja? Lagi pula, cantik bukan hanya persoalan paras. Percayalah, kau cantik atau jelek, kau layak mendapatkan cinta.

6. 'Jalan Bandungan' oleh Nh. Dini

Novel berlatar sejarah ini bercerita tentang kehidupan Muryati yang tumbuh sejak masa penjajahan. Setelah dewasa, Muryati menikah dengan seorang seorang pria. Sikapnya yang hanya hangat di ranjang, membuat Muryati tersiksa sebagai seorang istri.

Suaminya sering keluyuran kesana-kemari. Namun, tidak disangka-sangka, Muryati diberitahu bahwa suaminya 'terlibat'. Hidupnya menjadi jungkir balik. Orang-orang mengucilkannya. Di masa kelam itu, ia dan anak-anaknya kembali ke rumah orang tuanya.

Baca Juga: Disnakertrans Tutup 51 Perusahaan di DKI Jakarta, 44 Diantaranya Miliki Kasus Positif Covid-19

Ketegaran sang ibulah yang membatunya untuk bangkit lagi. Muryati akhirnya terpilih untuk belajar ke luar negeri. Bahkan tak hanya itu, ia pun dapat kembali merasakan dicintai dan mencintai.

7. Tetralogi Buru oleh Pramoedya Ananta Toer

Tetralogi buru merupakan sebutan untuk empat karya tersohor Pramoedya Ananta Toer. Di dalamnya, terdapat buku 'Bumi Manusia', 'Anak Semua Bangsa', 'Jejak Langkah', dan 'Rumah Kaca'.

Novel yang sempat dilarang peredarannya selama beberapa masa ini sekarang sudah dapat didapatkan secara bebas di toko buku.

Secara umum, tetralogi buru ini menceritakan tentang terbentuknya nasionalisme pada masa kebangkitan nasional melalui tokoh Minke yang merupakan samara dari tokoh Tirto Adhi Soerjo.

Minke merupakan anak seorang bupati yang memiliki kesempatan untuk bersekolah di HBS (sekolah dengan pendidikan Belanda). Selain menceritakan tentang perjuangan Minke, di dalam karyanya ini, Pram memuliakan sosok perempuan melalui representasi tokoh Nyai Ontosoroh.

Baca Juga: Ramalan Zodiak 12 Agustus 2020, Libra Diprediksi Lebih Sibuk dan Kesuksesan Aquarius

Itulah dia sederet novel fiksi berlatar belakang sejarah yang wajib Anda baca untuk mengisi waktu luang. Semoga terinspirasi!***

Editor: Fauzian Ahmad

Tags

Terkini

Terpopuler