Sebab, telah terbukti bahwa segala sesuatu yang terkait dengan amaliah ibadah yang diajarkan oleh agama-agama yang benar, pada hakikatnya dinilai sebagai penyiksaan oleh para pecinta kehidupan duniawi. Orang-orang Hindu yang melakukan upawasa (puasa), menjalankan dharma, melakukan yogasamadi, menjalani wairagya, oleh para pecinta kehidupan duniawi dianggap telah melakukan kebodohan dalam bentuk penyiksaan diri.
Baca Juga: Baca Amalan Ini Setelah Shalat Fardhu untuk Dijauhkan dari Siksa Api Neraka
Padahal, bagi para pencari Kebenaran Sejati, tanpa perjuangan keras mengekang dan menyiksa diri seorang manusia tidak akan pernah menjadi orang-orang suci yang tercerahkan seperti para rishi, brahmana, sannyasin, dan sadhu.
Orang-orang muslim pun jika dilihat dari pandangan para pecinta kehidupan duniawi tidak lepas dari kecenderungan mengekang dan menyiksa diri. Itu tercermin dari ketentuan ajaran Islam untuk berkhitan, berpuasa menahan lapar dan dahaga sebulan penuh, bersembahyang wajib sehari lima kali ditambah sembahyang sunnah, berzakat dan bersedekah
mengeluarkan harta, menunaikan ibadah haji, dan berbagai ibadah nawafil yang lain yang oleh para pecinta tubuh dianggap sebagai kebodohan dan penyiksaan diri.
Saat Nyi Indang Geulis bertanya kepada guru agung apakah amaliah ibadah yang paling menyiksa, tetapi paling utama bagi seorang perempuan, Syaik Datuk Kahfi menjawab dengan singkat:
"sabar dan ikhlas dimadu."
Sejak saat itu, Nyi Indang Geulis lantas mengawinkan Sri Mangana dengan dua perempuan sekaligus untuk menjadi selir.***