Mudah Marah dan Terpancing Emosi? Ini 5 Kaidah Kesabaran Menurut Ibnu Taimiyah

- 15 Desember 2023, 18:00 WIB
Ilustrasi - Mudah Marah dan Terpancing Emosi? Ini 5 Kaidah Kesabaran Menurut Ibnu Taimiyah
Ilustrasi - Mudah Marah dan Terpancing Emosi? Ini 5 Kaidah Kesabaran Menurut Ibnu Taimiyah /Pexels/Keira Burton

HALOYOUTH - Dalam kehidupan manusia pasti bersosialisasi, terkadang bertemu dengan manusia yang baik terkadang pula bertemu manusia yang membuat emosi dan marah.

Maka, untuk itu supaya hati bisa tenang dari gangguan manusia kita memerlukan ilmu agar terhindar dari amarah yang tidak penting, salah satunya dengan mempelajari kaidah kesabaran menurut Ibnu Taimiyah.

Syikhul Islam Ibnu Taimiyyah berguru dengan ulama sekaligus imam Abu Muhammad Abdurrahman Ibnu Qudamah AlMaqdis, dan Abdus Shamad ibnu Asatir. Beliau Ibnu Taimiyah melahirkan banyak murid dari kalangan para ulama antara lain,ibnu Abdil Hadi, AdzDzahabi, ibnu Qayyim.

Baca Juga: Mengenal Ibnu Taimiyah: Ulama, Filsuf, Tokoh Inspiratif Pemersatu Umat, Simak Biografi Lengkapnya

Inilah 5 pembahasan kaidah kesabaran menurut Ibnu Taimiyah: 

1. Yang bisa membantu seseorang untuk bersabar menghadapi gangguan manusia adalah: dengan mengakui dosa-dosanya, bahwa Allah menjadikan mereka melakukan hal buruk kepadanya adalah karena dosa yang ada padanya, sebagaimana firman-Nya (yang artinya): “Musibah apapun yang menimpa kalian, maka itu disebabkan oleh tangan-tangan kalian sendiri, padahal Dia telah banyak memaafkan“. (Asy-Syuro: 30).

Maka, apabila seorang hamba menyadari bahwa semua musibah yang dialaminya adalah disebabkan dosa-dosanya, tentu dia akan menyibukkan dirinya dengan taubat dan istighfar dari dosa-dosanya, karena itulah yang menjadi penyebab datangnya gangguan mereka terhadapanya.

Dengan begitu, dia akan terhindar dari tindakan mencela mereka, atau menyalahkan mereka, atau menjelek-jelekkan mereka. Bila engkau melihat seseorang menjelek-jelekkan manusia saat mereka menyakitinya, dan dia tidak introspeksi diri dengan menyalahkan dirinya dan beristighfar, maka ketahuilah bahwa musibahnya memang benar-benar nyata. Dan apabila hal itu menjadikannya bertaubat, beristighfar, dan mengatakan “ini memang karena dosa-dosaku”, maka musibah itu menjadi kenikmatan yang ada pada dirinya.

Halaman:

Editor: Nurhendra Wibowo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah