Jadi Presidensi G20 dan Tuan Rumah di Bali, Indonesia Genggam Kepercayaan Dunia

14 Desember 2021, 21:23 WIB
Jadi Presidensi G20 dan Tuan Rumah di Bali, Indonesia Genggam Kepercayaan Dunia /Foto : Facebook Presiden Jokowidodo/

HALOYOUTH – Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Roma pada 31 Oktber 2021 Indonesia dipercaya untuk memimpin forum global beranggotakan negara-negara penyumbang 80 persen Produk Domestik Bruto (PDB).

Ini merupakan pertama kalinya bagi Indonesia dalam memimpin negara-negara anggota G20,  Presidensi itu resmi diserahkan oleh Perdana Menteri Italia Mario Draghi kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

Dengan penyerahan itu secara resmi Indonesia menjadi Pemimpin negara-negara G20 yang dimulai pertanggal 1 Desember 2021 artinya Indonesia juga menggenggam kepercayaan dunia untuk menyukseskan sejumlah agenda, terutama terkait pemulihan global melalui berbagai upaya dan solusi yang konkret.

Dilansir Haloyouth dari AntaraNews, Presiden Jokowi megatakan agar Presidensi Indonesia di G20 tidak hanya sebatas seremonial belaka, tetapi juga melakukan aksi nyata.

Baca Juga: Jokowi Sebut Kerusakan Sungai di Kalbar Akibat Pertambangan dan Perkebunan

Menurutnya Indonesia akan terus mendorong negara-negara G20 menghasilkan terobosan-terobosan besar serta membangun kolaborasi dan menggalang kekuatan untuk memastikan masyarakat dunia dapat merasakan dampak positif dari kerja sama yang terjalin.

"Kepercayaan ini adalah kesempatan bagi Indonesia untuk berkontribusi lebih besar bagi pemulihan ekonomi dunia. Untuk membangun tata kelola dunia yang lebih sehat, lebih adil dan berkelanjutan, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,” kata Jokowi

Dengan tema “Recover Together, Recover Stronger”, Indonesia akan menekankan inklusivitas dalam Presidensi G20 ini agar dampak positifnya tidak hanya dirasakan oleh negara-negara anggota, tetapi juga negara berkembang lainnya.

Itikad itu tercermin dalam pelibatan negara kepulauan kecil dari Pasifik dan Karibia untuk pertama kalinya dalam sejarah Presidensi G20, di samping negara berkembang lain dari Afrika, ASEAN, dan Amerika Latin.

Baca Juga: VIRAL! Pria Ini Sebut Jokowi Harus Turun Hingga Ajak Adu Nyawa

Negara-negara Karibia diwakili oleh ketua Caribbean Community (CARICOM) yang saat ini dipegang oleh Antigua dan Barbuda, sementara negara-negara Pasifik diwakili oleh ketua Pacific Islands Forum (PAF) yang saat ini dipegang oleh Fiji.

Dalam skala nasional, pemerintah pun menginginkan lebih banyak masyarakat yang terlibat dan merasakan manfaatnya dari Presidensi G20, terutama kelompok akar rumput.

Maka dari itu, sejumlah sektor yang melekat dan berkembang di tengah masyarakat telah diidentifikasi dan dibawa ke dalam agenda G20, seperti ekonomi digital, pemberdayaan perempuan dan UMKM.

Akan ada total 127 pertemuan dalam rangkaian agenda KTT G20 yang tidak hanya dipusatkan di Bali, tetapi juga diselenggarakan tersebar di sejumlah daerah agar lebih banyak masyarakat terlibat secara langsung.

Baca Juga: Harta Kekayaan Presiden Jokowi Meningkat Selama Pandemi, Anggota DPR Ini Minta Jokowi Berbagi Tips Agar Kaya

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bekerja sama dengan Universitas Indonesia, Presidensi Indonesia di G20 akan membawa dampak jangka pendek, seperti penciptaan lapangan kerja untuk 33.000 orang di seluruh lokasi pertemuan, meningkatkan PDB nasional sebesar Rp7,43 triliun dan manfaat ekonomi lainnya 1,5 kali lipat dibandingkan IMF-World Bank Annual Meeting 2018 di Bali.

Sedangkan untuk jangka menengah dan panjang, keketuaan Indonesia di G20 akan memajukan sektor pariwisata serta mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

Indonesia juga akan menampilkan perkembangan dalam bidang infrastruktur, konektivitas, dan investasi asing, yang diharapkan bisa menarik minat para investor asing dalam pembangunan ekonomi hijau, dan menunjukkan kemajuan vaksinasi Indonesia kepada dunia yang akan meningkatkan kepercayaan global dalam penanganan pandemi.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pun mengatakan ada tiga prioritas utama Indonesia selama keketuannya guna membingkai kerja G20 satu tahun ke depan, di antaranya membangun arsitektur kesehatan dunia yang lebih kuat, transisi energi, dan transformasi digital.

Baca Juga: Begini Isi Pidato Jokowi dalam KTT COP26 yang Tuai Kritik Greenpeace hingga Berbuntut Laporan Polisi

Isu Kesehatan menjadi isu utama dalam KTT G20 ini, Para pemimpin negara-negara G20 bersepakat untuk melakukan vaksinasi 40 persen di akhir 2021 dan 70 persen di pertengahan 2022.

 “Pandemi telah memberikan pelajaran berharga bagi kita bahwa jaminan kesehatan sangat penting,” kata Retno.

Sebagai pemimpin G20 saat ini, Indonesia bertekad untuk menyediakan akses pengadaan vaksin COVID-19 yang merata, terutama bagi negara-negara berkembang.

Karena itu, Presiden Jokowi dalam pernyataannya menekankan pentingnya penguatan arsitektur kesehatan global inklusif yang berpegang teguh pada prinsip solidaritas, keadilan, transparansi, dan kesetaraan.

Retno menyebutkan Presiden mengusulkan beberapa langkah, antara lain: pertama, membuat mekanisme penggalangan sumber daya kesehatan global; kedua, menyusun protokol kesehatan global untuk aktivitas lintas negara; ketiga, mengoptimalkan peran G20 dalam upaya mengatasi kelangkaan dan kesenjangan vaksin, obat-obatan, dan alat kesehatan esensial.

Baca Juga: Sungguh Mulia! Peroleh Bonus Terbesar dari Presiden Jokowi, Leani Ratri Oktila Akan Lakukan Ini untuk Difabel

Kemudian yang menjadi sorotan lagi adalah isu transisi energi yang dinilai mendesak untuk segera diatasi sebab kelompok G20 bukan hanya penyumbang 80 persen PDB dunia, melainkan juga penyumbang angka yang sama untuk emisi gas rumah kaca seluruh dunia.

Bahkan Retno menyebut terjadi perdebatan yang mendalam saat membahas mengenai target pengurangan emisi karbon dengan penetapan jadwal menuju net zero emission di KTT G20 di Roma, Italia.

Dalam KTT Iklim atau dikenal dengan COP26 di Glasgow, Inggris, Indonesia berkomitmen untuk mencapai netralitas karbon itu pada 2060 atau bahkan lebih awal.

Guna mencapai target ambisius itu, pemerintah telah merumuskan peta jalan sesuai dengan Strategi Jangka Panjang untuk Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim (Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience/LTS-LCCR).

Isu ketiga, yakni transformasi digital yang menjadi keniscayaan dan sudah tertera dalam peta jalan Making Indonesia 4.0.

Baca Juga: Kasus RN Terjerat Narkoba Trending Tiktok, Netizen: Gak Percaya

Indonesia berkesempatan menjadi pemimpin pertama Digital Economy Working Group (DEWG) setelah sebelumnya dielevasi dari status task force pada Presidensi Italia pada 2021.

Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, penyelenggaraan Presidensi G20 dapat mendorong agenda transformasi digital di Indonesia karena isu digital telah melekat erat di berbagai sektor.

"Kami melihat bahwa penyelenggaraan Presidensi G20 dapat mendorong agenda transformasi digital di Indonesia, antara lain mengadvokasi agenda dan kepentingan Indonesia termasuk mewujudkan fair level playing field antara negara maju dan berkembang," katanya.

Presidensi G20 juga akan memiliki manfaat bagi pelaku industri serta inovasi teknologi digital di Indonesia, yaitu sebagai melting pot bagi pelaku industri dan regulator lintas sektor untuk melakukan optimalisasi teknologi digital dan showcasing potensi, inovasi, dan kreativitas Indonesia dalam pemanfaatan teknologi digital.

Baca Juga: Kata Habib Husein Ja'far Soal Realitas Virtual: Dulu Wali Qutub, Sekarang Wali Youtube

Bahkan, peningkatan status Digital Economy Task Force (DETF) menjadi DEWG membuka peluang bagi Indonesia menjadi pemimpin pembahasan kebijakan ekonomi digital global.***

Editor: Muhammad Jejen

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler