Haloyouth - Siapa yang tidak tahu partai Golkar, partai dengan logo pohon beringin yang pernah berjaya di masa orde baru. Pada mulanya partai Golkar adalah kendaraan politik Soeharto untuk melanggengkan kekuasaannya. Indonesia mengalami masa demokrasi semu, seolah terlihat demokratis padahal palsu dan settingan, itu terjadi di masa orde baru di bawah pemerintahan otoriter militeristik Soeharto.
Golkar dikenal sebagai partai yang oportunis, pasca kejatuhan rezim Soeharto, Golkar menjadi partai Publik, dalam artian bisa dimiliki oleh siapapun yang memiliki modal besar. Sebab, pasca kejatuhan rezim Soeharto, tak ada anak cucu keturunan Soeharto yang berhasil mewarisi tampuk kekuasaan politik.
Dalam setiap perhelatan politik lima tahunan, Golkar sudah jarang dan hampir tidak pernah memunculkan kandidat presiden dari partainya sendiri, kini lebih banyak berkoalisi.
Berbeda dengan PDIP yang langsung memecat Budiman Sudjatmiko, Golkar membiarkan kadernya bermanuver dalam perpolitikan, dalam hal ini adalah Ridwan Kamil yang sering disebut mengincar kursi Wapres.
Saat ada kasak kusuk terkait pertemuan Ridwan Kamil dengan ketua umum Partai PDIP, DPP partai Golkar tidak banyak berkomentar terkait manuver kadernya tersebut. Mereka tidak se-riggid PDIP yang langsung memecat Budiman Sudjatmiko saat ketahuan mendukung Capres lain.
Golkar menilai bahwa itu adalah hak kadernya, banyak yang berasumsi jika Golkar memilih bermain aman dengan membiarkan kadernya bermanuver di kancah politik.
Baca Juga: Duar! Kaesang Pangarep Login PSI dan Langsung Jabat Ketua Umum
Pembiaran terhadap gerak gerik politik Ridwan Kamil dalam bursa Cawapres yang disinyalir mendekat kepada PDIP menjadi tanda tanya publik, mengapa Golkar membiarkan kadernya bermain sendiri dan tak ikut arahan atau arus partai.