Kata Habib Husein Ja'far Soal Realitas Virtual: Dulu Wali Qutub, Sekarang Wali Youtube

14 Desember 2021, 20:18 WIB
Kata Habib Husein Ja'far Soal Realitas Virtual: Dulu Wali Qutub, Sekarang Wali Youtube /Tangkap layar kanal YouTube/VCDC religi

HALOYOUTH - Dai muda Habib Husein Ja'far Al-Hadar dalam Muktamar Pemikiran Kyai dan Nyai Muda Pesantren yang digelar di Pesantren Al-Falak Bogor, pada Selasa 14 Desember 2021 menyebut, saat ini masyarakat Indonesia tengah memasuki babak baru yang disebut sebagai realitas virtual.

"Orang sudah tidak lagi membedakan mana realitas nyata dengan realitas virtual (online)," katanya.

Bahkan secara tidak sadar tambahnya, orang lebih mementingkan realitas virtual daripada realitas nyata.

Baca Juga: Ingin Hidup Bahagia? Segera Jadikan Makanan Ini Menu Utama, Bagini Penjelasannya menurut dr. Zaidul Akbar

Pengasuh konten populer ‘Pemuda Tersesat’ ini mengatakan kepada peserta muktamar bahwa orang-orang yang dulu ingin orientasinya menjadi seorang Wali Qutub, tetapi saat ini telah bergeser menjadi Wali Youtube. 

Di dunia maya lanjutnya, kelompok-kelompok intoleran mendominasi untuk menyebarkan doktrin-doktrinnya.

Hal tersebut menurut dia disebabkan karena mudah, murah, dan efektivitas media sosial untuk sarana menyebarkan narasi atau konten-konten kebencian.

"Kini orang dapat sedemikian berubah dengan propaganda-propaganda di medsos," ujarnya.

Baca Juga: Gus Baha Sebut Kesabaran adalah Kunci Hidup Bahagia

Dalam muktamar, pria yang akrab disapa Habib Husein itu menawarkan dua gagasan kepada para peserta. 

Gagasan-gagasannya antara lain yakni potensi digital dan potensi pesantren.

“Pertama, ada potensi digital, karena dalam riset menyatakan sebanyak 60 persen orang Indonesia menjadikan medsos untuk mencari rujukan ilmu agama. Fenomena inilah yang kemudian banyak pemuda mencari jati diri,” kata Husein.

Habib Husein juga memaparkan adanya satu realitas baru yang muncul saat ini, yakni ideologi netizen yang masih abu-abu. Tidak memiliki konsistensi sosok influencer yang dijadikan panutan.   

Baca Juga: BAHAYA! Sumber Pahala Bisa Terhambat Gara-Gara Ini Menurut dr. Zaidul Akbar

“Saya sering di mention oleh orang yang memiliki dua sisi ideologi berbeda. Inilah salah satu problem yang belum diketahui oleh para gus dan ning!” ucap pria itu.  

Habib Husein juga menceritakan, bagaimana awalnya ia membuat konten dengan segmentasi tasawuf. Yang notabene masih sedikit, sulit mencuri perhatian netizen, dan serba problematis.

“Ketika bicara tasawuf kepada para pemuda tersesat, mereka pusing. Juga bicara tasawuf pada kelompok ‘hijrah’, belum apa-apa sudah dituduh bid’ah. Serba problematis!” terangnya kepada peserta.

Baca Juga: Tinggalkan atau Halalkan? Ustadz Syafiq Riza Basalamah Beberkan Hukum Pacaran dalam Islam

Gagasan yang kedua, adanya potensi pesantren. Habib Husein menyebut sekitar 30 ribu lebih pesantren di Indonesia mempunyai potensi menampilkan konten-konten keagamaan. 

Akan tetapi kata dia, kalangan pesantren kurang militan dalam membuat konten.

“Kelompok moderat ini kurang militan saat membuat konten. Baru upload 2 atau 3 kali, sudah berhenti. Untuk itulah kelompok moderat harus lebih giat kembali di medsos untuk kampanye moderasi beragama," tutur Habib Husein.

Baca Juga: Rezeki Mampet? Simak 6 Amalan Pembuka Pintu Rezeki Menurut Islam

Dalam dunia medsos ini lanjutnya, seseorang dapat membangun imajinasi dengan dua dimensi. Pertama, dimensi moderat dan kedua, dimensi ekstrimis. 

Kemudian, seseorang juga harus memahami basic algoritma, yang saat ini popularitas lebih penting daripada otoritas. Pola pikir pemilik perusahaan media adalah pragmatis. 

"Untuk itulah mengapa perusahaan medsos tidak memikirkan isi konten, dan lebih mementingkan konten viral," ujarnya.

Terakhir Husein menuturkan, pemahaman-pemahaman moderatisme beragama tidak hanya bisa dipahami, akan tetapi juga harus bisa disebarluaskan ke khalayak (netizen).***

Editor: Rifqiyudin

Tags

Terkini

Terpopuler