Setuju Penerapan Hukum Mati Bagi Koruptor, Begini Kata Ketua KPK

25 November 2021, 08:47 WIB
Ketua KPK, Firli Bahuri nyatakan pihaknya mendukung penuh jika ada kebijakan hukuman mati bagi koruptor /Jurnal Soreang/Instagram @official.kpk

HALOYOUTH - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyetujui terkait pelaku koruptor yang bisa dihukum mati, namun di Indonesia negara hukum yang harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan nada rendah Firli melontarkan kata-kata tersebut, bahwa ia menyetujui jika koruptor mendapatkan huukuman mati, namun negara indonesia harus sesuai dengan perundang-undangan, karena indonesia Negara Hukum.

"Segenap insan KPK seluruh anak bangsa mungkin sepakat bahwa para pelaku korupsi itu harus dihukum mati. Namun, UU Nomor 31/1999, dari 30 bentuk dan jenis tindak pidana korupsi, hanya satu hanya tindak pidana korupsi yang bisa diancam dengan hukuman mati," kata Firli, saat ditemui di Polda Bali, seperti dikutip Haloyouth.com dari Antara, Rabu 24 November 2021.

Baca Juga: Waspadai Kotak Amal dan Lembaga Tidak Dikenal, Kemana Uangmu disalurkan?

Ia juga mengatakan sebagaimana pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan ataupun menguntungkan orang lain yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Namun dalam pasal 2 ayat (2) UU 31/1999 berbeda, ayat 2 ini bisa jadi dihukum mati karena korupsi dalam keadaan bencana.

"Pasal 2 ayat (2), baru diatur tentang ancaman hukuman mati. Siapa yang melakukan korupsi dalam suasana bencana alam dan keadaan tertentu diancam hukuman mati," tambah Firli.

Baca Juga: Seru Banget! Sanggar Seni di Borobudur Ini Nonton Bareng Pekan Kebudayaan Nasional 2021

Namun untuk memenuhi pasal 2 ayat (2) UU Nomor 31/1999 tentang Tipikor ini harus memenuhi ketentuan pasal 2 ayat (1), tidak semua tipikor mendapat hukuman mati.

"Jadi tidak semua tindak pidana korupsi secara legalitas, secara hukum, bisa diancam dengan hukuman mati. Hanya tindak pidana korupsi yang diatur dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal 2 ayat (2)," ucap Firli

Tindak pidana korupsi yang dilakukan dalam keadaan bencana dan keadaan tertentu maka semua disebut gratifikasi, komitmen fee, pengadaan barang dan jasa, perbuatan curang, perbuatan konflik kepentingan dan tindak pidana lainnya termasuk 29 jenis tindak pidana korupsi.

Baca Juga: Keren! Manfaat Beasiswa Bank Indonesia, Ini Kata Penerimanya

"29 jenis tindak pidana itu masuk semua, bisa diancam dengan hukuman mati. Tapi sampai hari ini, inilah karya anak bangsa yang direpresentasi anggota dewan kini. Jadi kalau seandainya pasal ini belum diubah, tidak bisa menuntut seorang tindak pidana pelaku korupsi untuk hukuman mati, kecuali pasal 2 ayat (1) dan pasal 2 ayat (2) UU 31/1999 (dikeluarkan dan dibuat pasal tersendiri), itu persoalannya," kata komisaris jenderal polisi ini.

Ia juga sempat menjelaskan Undang-undang secara rinci, bahwa hukuman mati hanya ditemukan pada pasal 2 ayat (1) dan pasal 2 ayat (2), maka dari itu jika kedua pasal itu dilanggar maka bisa diancam hukum mati.

"Jadi kalau sekarang ramai orang mengutuk seluruh pelaku korupsi diancam hukuman mati, saya setuju. Tapi persoalannya, undang-undang khan tidak demikian," ucapnya.

Baca Juga: Bikin Takjub! Pakai Aspal Kelas Dunia, Sirkuit Mandalika Kalahkan Sepang, Simak Keunggulan dan Spesifikasinya

Namun dalam pernyataan Jaksa Agung, guna memberikan efek jera penerapan hukuman mati bagi koruptor perlu dikaji lebih dalam.

Berbagai cara penegakan hukum telah dilakukan seperti menjatuhkan tuntutan yang berat sesuai tingkat kejahatan, mengubah pola pendekatan dari mengikuti tersangka menjadi mengikuti uangnya dan mengikuti asetnya serta memiskinkan koruptor.***

Editor: Nahrul Muhilmi

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler